Waktu itu, aku belum terlalu mengenal mereka. Aku hanya tahu kalau mereka adalah seorang pekerja yang hendak meminta bantuan kepada KontraS untuk menyelesaikan persoalan mereka. Ya, mereka adalah bapak-bapak yang bekerja pada sebuah CV di daerah Sidoarjo. Dalam pembicaraan tersebut, aku menangkap bahwa mereka sedang meminta bantuan KontraS untuk melaporkan perusahaannya. Ternyata ini adalah kedua kalinya mereka datang ke sekretariat KontraS.
Pada tanggal 22 Agustus 2019, untuk pertama kalinya mereka mengadu kepada KontraS bahwa perusahaan mereka akan melakukan tindakan pengurangan atau pemotongan upah. Jika mereka tidak mau, mereka akan di PHK dengan upah pesangon sebesar 5 juta, padahal mereka telah bekerja paling sedikit di atas 10 tahun. Upah mereka perhari sebesar Rp 110.000. Nah, saat ini mereka sedang menyampaikan perkembangan bahwa mereka mendapat tawaran upah pesangon sebesar 15 juta. Untuk sekarang ini, mereka tetap menolak tawaran tersebut karena tidak sesuai dengan lama waktu bekerja dan tidak sesuai dengan peraturan undang-undang ketenagakerjaan.
Begitu kasihan dan mengenaskan setelah mendengar cerita mereka. Beberapa di antara mereka sudah tua dan harusnya mereka mendapat upah pesangon yang layak dengan maksud mampu menghidupi masa tuanya bersama dengan keluarga. Inilah yang mereka perjuangkan. Mereka tidak sendiri, tetapi ada keluarga yang perlu biaya untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, apalagi jika ada anak mereka yang masih sekolah. Dapat dibayangkan bagaimana dengan nasib anaknya ketika bapaknya tidak mendapatkan upah layak untuk membiayai pendidikannya. Hal inilah yang terus aku pikirkan ketika mendengar mereka bercerita.
Sejak saat itu aku menyadari bahwa bapakku ternyata adalah korban dari pengusaha bejat. Pengusaha bejat yang telah merampas hak bapakku untuk mendapat upah pesangon yang cukup untuk kebutuhan keluarganya. Kejadian itu terjadi ketika aku masih kelas 5 SD, sekitar 15 tahun yang lalu. Waktu itu, bapakku sedang bekerja pada sebuah PT yang ada di daerah Sidoarjo. Ia sudah cukup lama bekerja di perusahaan tersebut. Namun, ada suatu persoalan dalam perusahaan yang mengakibatkan beberapa karyawan harus di-PHK tanpa diberi upah pesangon. Salah satu karyawan tersebut adalah bapakku. Dengan tiba-tiba, bapakku diberhentikan bekerja tanpa mendapat upah pesangon sedikitpun. Padahal waktu itu, bapak sedang membangun rumah di desa yang kebetulan cukup untuk ditinggali keluarga. Pada waktu itu juga, ibu melahirkan adikku di rumah sakit swasta yang tentunya membutuhkan biaya yang cukup besar karena proses operasi untuk melahirkan adikku.
Aku tidak tahu mengapa waktu itu bapak menangis di kamar setelah pulang dari Surabaya, maklum waktu itu aku masih kecil dan bapak tidak pernah bercerita kepadaku tentang masalah pekerjaan karena mungkin aku masih kecil dan tidak tahu apa-apa. Tetapi waktu itu, aku sedikit tahu kalau bapak sedang kebingungan meminjam uang kepada beberapa orang. Uang pinjaman itu salah satunya untuk biaya ibuku yang melahirkan di rumah sakit.
Mulai saat inilah keluargaku hidup dalam kesederhanaan. Setelah di-PHK, bapak tidak sering bekerja karena tidak mempunyai lahan sawah untuk dikerjakan. Jadi, bapak hanya tergantung dari orang yang ingin memintanya bekerja. Di sisi lain, tidak adanya modal juga menjadi masalah dalam keluarga untuk membuat usaha kerja. Aku sendiri beruntung bisa sekolah di SMP yang sangat aku inginkan dengan biaya yang tidak terlalu memberatkan keluarga, karena pada waktu itu aku mendapatkan bantuan dari sekolah selama kurang lebih 2 tahun. Sekarang ini aku merasa beruntung bisa melanjutkan pendidikanku.
Setelah lulus SMP, akupun kebingungan mau melanjutkan pendidikan di jenjang yang lebih tinggi karena alasan biaya sekolah yang semakin mahal. Beruntung waktu itu ada seseorang yang mengenalkanku dengan seminari dan akhirnya aku memilih masuk seminari. Dari sinilah, akhirnya aku bertemu dengan bapak-bapak yang ternyata memiliki nasib hampir sama dengan bapakku, yakni menjadi korban dari pengusaha bejat.
Aku bersyukur mendapatkan pengalaman ini, pengalaman yang telah membuatku membuka mata hati bahwa ada banyak orang yang membutuhkan bantuan dan dukungan agar saling menghormati martabat manusia. Setiap orang mempunyai hak untuk dihormati dan mendapatkan kesejahteraan hidup. Manusia ada bukan untuk kerja, tetapi kerja untuk manusia. Kerja harus menghormati martabat manusia, harus mampu membuat manusia menjadi sejahtera. Sebab, para buruh adalah jantung produksi ekonomi negara yang hak-haknya harus terpenuhi. Pengusaha yang bejat adalah orang yang telah menciderai martabat manusia. Korban dari kebejatan tersebut bukan hanya dialami oleh pekerja, tetapi juga seluruh anggota keluarganya. Jika tidak mau dianggap sebagai pengusaha bejat, berarti setiap orang harus menciptakan kebaikan bersama. Inilah tugas setiap orang yang diutus oleh Tuhan sedari awal manusia diciptakan.
Itulah yang aku pikirkan ketika mereka bercerita. Setelah mereka selesai bercerita dengan kami dan beberapa pengurus KontraS, aku berharap dalam hati supaya mereka nantinya bisa mendapatkan hak mereka, agar kelak bisa mencukupi kebutuhan keluarga mereka.
Oleh : Fr. Basticovan, CM
Dimuat dalam buletin Fides Et Actio edisi No. 112, Oktober 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar