Selamat datang di blog kami! Selamat menikmati aktivitas yang kami tuangkan dalam bentuk tulisan. Bila ada pertanyaan seputar aktivitas kami, silakan kirim ke alamat email kami: sekretkasihbangsa@gmail.com. Kunjungi pula situs kami di https://ykbs.or.id - Terima kasih...
Tampilkan postingan dengan label anak-anak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label anak-anak. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 30 September 2017

Di Balik Mall dan Flyover



Inilah ceritaku, cerita tentang pengalaman pertama bertemu dengan adik-adik dampingan Sanggar Merah Merdeka di dekat stasiun Wonokromo. Aku datang dengan harapan bisa turut mendampingi anak-anak di daerah itu dalam belajar. Karena pengalaman pertama, aku ingin tampil sedikit rapi dari biasanya, baju kumasukkan sisiran serapi mungkin, jenggot dikerok habis. Jreng..jreng… mulus dan rapi. Sayang tidak ada minyak wangi untuk melengkapi penampilan pertamaku hehe…. Sesampai di tempat pendampingan, ooww…bagaimana ngomongnya ya, emm.. bisa dibilang ini adalah awal yang sulit untuk memulai kegiatan. Aku datang dalam bayanganku sendiri yang khas tentang kegiatan pendampingan belajar. Aku tidak membayangkan bahwa anak-anak itu belajar diantara tumpukan barang bekas yang menggunung. Aku tidak membayangkan bahwa di daerah ini sulit sekali mencari tempat yang “layak” untuk mendampingi anak-anak bermain dan mengerjakan pekerjaan rumah. Aku hanya diam dan mengamati sekeliling saja. Di ujung sana ada dua bak truk sampah yang belum diangkut ke pembuangan akhir. Anak-anak yang datang menyalamiku tak kuingat wajahnya karena pikiranku sedang melayang karena tidak habis pikir.

Selasa, 14 Februari 2017

MENCARI DUKA SEORANG IMAM (Sharing Pengalaman Kecil)



Meski berhimpitan jadwal, namun aku masih menyanggupi untuk misa menggantikan Rm. Puji di Paroki Marinus Yohanes Kenjeran pada hari Minggu yang lalu. Setelah misa saya akan segera meluncur pulang ke Paroki Kristus Raja untuk memimpin perkawinan. Beberapa anak yang meminta tanda tangan di buku tugasnya aku layani dengan cepat. Tetapi ada seorang anak lelaki remaja SMP yang tiba-tiba meminta wawancara. Saya katakan untuk mencari romo lain, karena saya buru-buru. Tetapi anak ini bersikeras harus wawancara. Ibunya pun turut meyakinkan agar saya berbelas kasihan pada anaknya dan memberi waktu. Saya katakan untuk lakukan wawancara di paroki Kristus Raja setelah upacara perkawinan. Saya tegaskan bahwa saya tak ada waktu lagi.

Jumat, 06 Januari 2017

Guru-guru kecilku



Hampir dua minggu lamanya aku tidak datang ke sanggar. Aku memilih untuk menarik diri sejenak dari keramaian dan menyepi di kamar kos. Dalam kesendirianku aku berharap dapat menenangkan diri dan berpikir lebih jernih dalam menghadapi keruwetan yang kurasakan akhir-akhir ini. Tapi tetap saja belum kutemukan jalan keluar untuk masalah-masalahku yang menumpuk jadi satu, seperti gulungan benang kusut dan ruwet. Ditambah lagi kegagalan demi kegagalan yang kurasakan, yang membuatku semakin terpuruk di lubang gelap paling dalam. Akhirnya kuputuskan untuk mencoba bangkit dari keterpurukanku. Sebagai langkah awal, kuputuskan untuk aktif lagi di sanggar.

Sabtu, 27 Agustus 2016

KASIH YANG MEMBUAT KREATIF

Sejak kecil aku suka mendengarkan musik dari berbagai jenis alirang musik. Sampai sekarang aku juga masih suka mendengarkan musik mulai dari musik klasik seperti Mozart sampai Bon Jovi, Beatles, Puff Daddy, Enya dan BB King. Bagiku asal enak didengar dan syairnya bagus maka aku senang mendengarkannya. Tetapi jangan harap aku bernyanyi sebab kata teman-temanku jangankan menyanyi, menguap pun aku sudah fals. Memang aku tidak suka bernyanyi. Paling hanya rengeng-rengeng saja. Aku tidak bisa bernyanyi.

Kamis, 17 Desember 2015

Mengenal Anak-anak Lewat Sanggar Merah Merdeka



Bukan kebetulan tetapi ini sudah diatur oleh Tuhan, kalau saya harus bermisi di YKBS (Yayasan Kasih Bangsa Surabaya) dan ditempatkan di SMM (Sanggar Merah Merdeka). Selama kurang lebih 6 bulan saya berada di daerah Bendul Merisi. Awalnya semua terasa berat karena setiap hari harus menempuh jarak yang tidak dekat untuk ke sanggar, apalagi dalam kondisi hamil. Semua itu terbayar setelah melihat anak-anak yang ada di sanggar. Anak-anak yang terlihat nakal dengan penampilan urakan ternyata jauh dari dugaan, mereka sangat baik dan penuh talenta.

Selasa, 03 November 2015

INSTAN

Seminggu dua kali aku mengajari bahasa Inggris untuk anak-anak asrama. Hal yang paling sulit bagiku adalah bahwa anak-anak belum paham tentang tata bahasa Indonesia yang baku. Mereka masih belum memahami subyek, predikat, obyek, keterangan, kata kerja, kata benda, kata sifat dan sebagainya. Padahal dalam bahasa Inggris ada kata kerja bantu yang tidak ada dalam bahasa Indonesia. Maka aku memulai dengan kalimat-kalimat pendek dan menjelaskan tentang subyek, predikat, obyek dan sebagainya. Dalam mengajar bahasa Inggris pun aku mengulang-ulang soal sederhana untuk diterjemahkan dalam bahasa Inggris, misalnya Saya makan nasi. Saya sedang makan nasi. Saya makan nasi setiap hari. Nasi dimakan oleh saya. Saya pandai dan sebagainya. Meski sudah diulang-ulang tetap saja mereka kesulitan untuk menterjemahkan. Saya sampai bingung. Ini yang salah cara mengajarnya atau apa?

Kamis, 10 September 2015

MENGHARGAI PERBEDAAN



Pada kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL), kelompok kami memilih untuk melakukan PKL di Sanggar Merah Merdeka (SMM). Kegiatan yang kami jalani selama PKL di SMM banyak memberikan kami pelajaran hidup yang baru mengenai pandangan terhadap perbedaan dan tindakan-tindakan dalam melihat perbedaan yang belum kami dapatkan sebelumnya. Pada awal dalam memulai PKL ini, kami banyak menghadapi tantangan seperti rasa malas dan bosan dari masing-masing anggota kelompok karena tempat yang jauh dari rumah serta kampus dan jadwal kegiatan yang menuntut kami untuk melakukan PKL pada malam hari tepatnya pukul tujuh sampai sembilan karena anak-anak yang dibina oleh sanggar hanya bisa melakukan kegiatan pada malam hari. Tetapi seiring dengan waktu tantangan-tantangan itu terasa semakin hilang, justru kami semakin menikmati kegiatan PKL ini.

Rabu, 19 Agustus 2015

Dunia yang terampas



Aku hidup di kampung yang tentu saja penghuninya sangat beragam. Aku memang dilahirkan disitu di kampung yang sekarang terhimpit gedung-gedung tinggi di kota Surabaya. Saat aku masih kecil, aku bisa bermain benteng-bentengan, bersepeda dengan teman sebaya, main engkle , badminton, main egrang dengan gembira. Artinya tidak ada yang menjadi penghalang saat kami bermain. Ada banyak rumah yang mempunyai halaman luas, terbuka dan mengijinkan kami bermain, ada pula lapangan yang bisa menjadi tempat kami berlarian. Gang di rumahku dahulu tidak bisa dilewati mobil. Sepeda motor juga tidak bisa seenaknya masuk gang, sehingga kami bisa belajar bersepeda dengan tenang dari gang ke gang yang lain.

Jumat, 24 Juli 2015

Pengalaman kunjungan ke Basis Anak



Kehidupan manusia memang tidak ada yang sama dalam hidup ini. Kendati pun demikian bukan berarti mereka tidak merasakan kebahagiaan dalam hidup ini. Kebahagiaan bukan diukur hanya melalui materi saja akan tetapi bagaimana seseorang memaknai kehidupan itu dalam dirinya sendiri.

Sore ketika senja beranjak malam, kami bersama teman-teman pendamping Sanggar Merah Merdeka berkumpul untuk melakukan kunjungan ke rumah anak-anak dampingan sanggar yang berada di gang Bendul Merisi Jaya. Kunjungan yang memang sudah kami rencanakan bertujuan untuk mengenal lebih dekat kehidupan anak-anak Sanggar. Selain itu untuk mendekatkan para relawan pendamping dengan orang tua anak-anak tersebut.

Sabtu, 20 Juni 2015

Wujud Pribadi Allah



Beberapa minggu kini telah berlalu, kini kebersamaan saya bersama dengan anak-anak diSanggar Merah Merdeka (SMM) pun kunjung berakhir sampai di hari Jumat, 17 oktober 2014 pukul 22.00 WIB. Saya merasa sedikit kemungkinan bila ingin bertemu dengan mereka lagi mengingat jadwal kuliah kami yang sangat padat. Sekarang saya dan kawan-kawan hanya dapat mengenang masa-masa kebersamaan kita dengan anak-anak di sanggar selama 4 minggu terakhir. Saya merindukan salam hangat dari mereka saat bertemu dengan kami, tawa canda mereka membuat kami ikut dalam suasana ceria yang mereka ciptakan, sejenak membuat kami melupakan lelah sehabis seharian kuliah. Bagi saya PKL ini bukanlah sebagai beban ataupun semata karena ini merupakan tugas dari universitas atau pun untuk mendapatkan nilai, bagi saya walaupun dengan kenakalan mereka saya merasa senang dapat berbagi waktu bersama-sama dengan mereka. Berbagi tawa canda dan melakukan berbagai kegiatan dan bermain bersama. Sekarang saya hanya dapat berharap dengan kedatangan saya bersama dengan teman-teman saya kesana, dapat meninggalkan bekas yang indah, dapat bermanfaat bagi anak-anak, dan membawa hal baru yang positif  bagi anak-anak di sanggar.

Senin, 15 Juni 2015

TAHUN LALU KAMU MASIH ANAK-ANAK



Saat misa di sebuah stasi aku melihat ada seorang ibu duduk di bangku paling depan. Tubuhnya gemuk dan pendek. Dia menggendong seorang bayi. Dia tersenyum padaku. Aku merasa pernah melihat wajahnya. Tapi aku lupa dimana pernah melihatnya? Sesekali aku menatap wajahnya sambil terus mengingatnya. Tetapi tetap tidak ingat. Apakah sebuah deja vu? Ibu muda itu membaptiskan anaknya yang baru berumur sebulan. Saat aku membaptis anaknya dia menatap dan tersenyum padaku. Aku pun tersenyum padanya.

Selesai misa seorang umat mengajakku untuk memberi sakramen perminyakan pada seorang bapak yang terkena stroke. Setelah selesai sakramen perminyakan tuan rumah menghidangkan kopi dan topuk (kue terbuat dari tepung ketan yang digoreng). Dengan diterangi cahaya pelita kecil, kami duduk di lantai menikmati topuk dan kopi hangat. Beberapa orang bercerita tentang para romo jaman dulu. Terkadang aku hanya tersenyum-senyum sambil berusaha meraba apa yang mereka bicarakan, saat mereka berbicara menggunakan bahasa daerah.

Kamis, 07 Mei 2015

Mereka tetap Bermain



Kuperhatikan mereka dari seberang jalan. Begitu asik bermain di tengah jalan, di sekitar pagar pembatas jalur. Tawa dan teriakan gembira seakan mau membelah langit malam. Lari ke sana ke mari, seolah-olah ini lapangan, bukan jalan raya. Sesekali mereka mendekati mobil yang berhenti di lampu merah dekat situ.

Ini hari sudah larut malam. Sejak tadi hawa beranjak dingin. Mereka tidak peduli. Mungkin saat ini anak-anak lain sudah merasakan hangatnya selimut dan empuknya bantal. Mereka tetap bermain.

Selasa, 24 Maret 2015

BIARKAN ANAK-ANAK BEREKSPRESI



Rencananya  malam ini aku ikut serta teman-teman seperjuangan untuk merayakan Natal bersama di Kinibalu. Tetapi tiba-tiba aku dengar suara tawa yang tak begitu asing oleh telingaku. Benar saja. Ada Rinjani Nazwa dan Dyah, anak-anak dampinganku, yang selama ini datang belajar di Sanggar. Aku kira mereka datang hanya untuk bermain-main saja. Awalnya aku ingin meliburkan mereka tetapi niat itu aku urungkan setelah mendengar keluh kesah mereka.

Mereka menyodorkan buku tugas yang diberikan gurunya tadi pagi. Dalam buku tugas tersebut disebutkan bahwa mereka diminta membuat karangan, berlatih membuat drama, mengerjakan soal IPS 50 nomer, dan soal Matematika 40 nomer. Semua harus diselesaikan dalam satu malam itu juga. Hemm, rasanya tidak terima dengan arogansi guru yang memberikan tugas begitu banyak dan harus beres dalam satu malam. Tugas di hari pertama mereka masuk sekolah, seakan-akan untuk mengejar suatu target materi harus selesai.
Aku tidak keberatan dan setuju dengan pekerjaan rumah yang diberikan guru mereka karena secara tidak langsung itu juga membantu mengasah otak mereka. Tetapi apa ya harus langsung begitu banyak tugas dibebankan dalam satu malam kepada mereka? Apakah hakekatnya sebagai anak-anak sekolah dan guru hanya terpasung pada mengerjakan tugas dan menyelesaikan materi saja? Apakah para guru sudah kehabisan ide dan makin kurang kreatif sehingga ujung-ujungnya anak didik hanya sekedar robot yang hanya mengejakan tugas?

Kamis, 12 Maret 2015

Usia Tak Menjadi Halangan

Pada kegiatan Praktik Kerja Lapangan (PKL), kelompok saya memilih untuk melakukan PKL di Sanggar Merah Merdeka. Kegiatan yang saya jalani selama PKL di Sanggar Merah Merdeka banyak memberikan saya pelajaran hidup yang baru mengenai pandangan terhadap anak-anak yang selama ini kerap kali dianggap sebagai makhluk yang lemah dan sering dieksploitasi oleh orang-orang dewasa. Pada awal dalam memulai PKL ini, saya banyak menghadapi tantangan seperti rasa malas dan bosan yang disebabkan karena tempat sanggar yang jauh dari rumah dan jadwal kegiatan yang menuntut saya untuk melakukan PKL pada malam hari tepatnya pkl. 19.00 sampai pkl. 21.00 karena berhubungan dengan anak-anak yang diasuh oleh sanggar hanya bisa melakukan kegiatan pada malam hari.  Pada siang hari anak-anak biasanya berada di rumah entah karena membantu orang tua melakukan pekerjaan rumah tangganya ataupun karena ada kegiatan yang lain. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu tantangan-tantangan itu terasa semakin hilang. Justru saya merasa sangat bersyukur bisa menjalankan PKL di tempat ini karena saya bisa bertemu dengan banyak anak kecil yang ternyata sangat menyenangkan dan lucu-lucu. Semakin hari saya semakin menikmati kegiatan PKL ini.

Senin, 02 Februari 2015

Kilas Balik Peristiwa Sosial Fenomenal Tahun 2014



Tahun 2014 telah berlalu. Banyak peristiwa-peristiwa sosial cukup fenomenal yang dikumpulkan divisi Pusat Pengembangan Sosial (PPS) untuk majalah dinding (mading) selama tahun 2014 yang terjadi di negara kita. Mungkin diantara peristiwa tersebut telah menyedot perhatian kita sebagai lembaga yang bergerak dalam bidang sosial.

Peristiwa sosial yang melibatkan anak-anak cukup mewarnai tahun 2014. Beberapa peristiwa yang cukup menyedot perhatian banyak kalangan seperti seorang anak bernama Iqbal yang menjadi korban penganiayaan dan penculikan yang dilakukan oleh teman laki-laki ibunya. Peristiwa tersebut menjadi perhatian banyak kalangan mulai dari masyarakat biasa, aktivis, artis hingga pejabat negara. Bahkan beberapa politikus terkesan beradu cepat untuk merespon kasus-kasus tersebut dengan cara mereka masing-masing.

Jumat, 30 Januari 2015

Allah Besar Yang Kecil



Suara riuh terdengar dari kejauhan. Tampak anak-anak sedang berlari ke sana kemari, bermain bola, main hula hoop, bahkan ada yang sibuk dengan dunianya sendiri. Beberapa dari mereka bahkan tidak menyadari kedatangan kami, mahasiswa Fakultas Kedokteran Widya Mandala. Mereka adalah anak-anak binaan Sanggar Merah Merdeka yang dinaungi Yayasan Kasih Bangsa Surabaya. Saat pertama kali mengamati mereka, aku hanya melihat sekumpulan anak yang berisik dan susah diatur.  Aku tidak menyadari bahwa yang sekumpulan anak yang kulihat saat itu kelak akan menjadi sosok yang menunjukkan citra Allah padaku.

Pantang Menyerah. Itu adalah pelajaran pertama yang kudapat saat terjun langsung di Sanggar Merah Merdeka. Seperti anak-anak pada umumnya, mungkin mereka merasa canggung akan kehadiran kami bersembilan. Bahkan, kami harus berlarian kesana kemari mengejar mereka satu persatu hanya untuk berkenalan. Saat itu aku merasa lelah dan jengkel. Namun sekarang aku sadar segala jerih payah lelahku saat itu terbayar lunas karena bisa mengenal mereka. Aku merasa beruntung dan bersyukur saat itu aku tidak menyerah.

Selasa, 27 Januari 2015

Berbagi Kasih



 Malam itu setelah selesai kuliah, aku berangkat menuju Sanggar Merah Merdeka (SMM) bersama 8 orang temanku. Dalam perjalanan aku bingung, ngantuk, capek, lapar, semuanya campur jadi satu. Hari itu merupakan hari pertama kunjunganku ke SMM. Aku bingung nanti di sanggar mau ngapain, anak-anak nakal nggak, warga sekitar ramah dengan kehadiran kami nggak ya. Itulah kepanikan-kepanikan kecil yang selalu kurasakan saat aku berada di tempat baru.

Untungnya, saat aku tiba di sanggar kepanikan-kepanikan tersebut hilang. Adik-adik dan warga sekitar sangat ramah menyambut kehadiranku. Para adik ada yang datang menjabat tanganku dan menyebut namanya. Via, Nabil, Vira, dan lain-lain. Namun ada juga yang ngajak kejar-kejaran, sembunyi di balik mobil, manjat ke pohon, tapi pada akhirnya tertangkap juga. Aku masih ingat bocah itu bernama Nathan masih duduk di bangku Sekolah Dasar kelas 2, cita-citanya ingin menjadi polisi.

Kamis, 14 Agustus 2014

Suatu Sore di Sanggar


Ketika anak-anak belajar di sanggar

Ketika aku sampai di sanggar, kegiatan udah mulai. Kulihat anak-anak duduk bergerombol. Sebagian di teras depan. Asyik banget dengan kain flanel. Yang lain di ruang tamu. Sibuk menggambar dengan ditemani relawan. Ini kegiatan tiap Jumat di sanggar. Hari-hari lain sudah penuh dengan pendampingan belajar.

Kutaruh jaket dan ransel di kamar dalam. Lalu kuperhatikan anak-anak di ruang tamu. Begitu tekun dan asyik dengan lukisan-lukisannya. Lukisan gaya anak. Tidak terikat oleh aneka aturan dan warna. Mereka gores apa yang mereka inginkan di atas kertas gambar. Cuman karton manila putih sebenarnya. Dipotong-potong jadi kertas gambar. Kadang mereka berebut pensil warna dan crayon. Memang terbatas sich. Tapi, ada saatnya pula saling menawarkan. Keterbatasan bisa menjadi sarana untuk berbagi.

Senin, 21 April 2014

KESEDERHANAAN ANAK – ANAK DAN ORANG KAMPUNG



Sore itu aku sedang duduk – duduk di atas rerumputan di samping rumah pastoran di Takwa Parish. Seorang anak mendatangiku. Dia lalu duduk diam – diam di dekatku. Tanpa kata. Dari dalam benakku, timbul ide kreatif. Kuminta dia memanjat punggungku, berdiri di pundakku, lalu melompat ke depan. Sekali dia sukses melakukannya, dia kepingin lagi melakukannya. Pada kali ke tiga, ada banyak anak muncul dan berdatangan dari balik semak – semak, lalu berebut naik ke pundakku. Oh, rupanya mereka sudah sejak tadi menguntitku dan mencoba mendekatiku. Sampai cukup lama mereka bergantian bermain “memanjat dan melompat”.

Pada kesempatan lain, di Tulagi, aku memperkenalkan kepada anak – anak kampung permainan suara yang diproduksi oleh kombinasi antara tepuk tangan dan suara mulut. Dari situ, mereka bisa membentuk semacam grup yang menghasilkan bunyi konser yang indah. Di malam hari, penerangan lampu minyak menginspirasiku untuk memperkenalkan permainan bentuk – bentuk binatang yang dihasilkan oleh bayang – bayang dari kedua tangan. Itu semua adalah permainan masa kecilku. Permainan yang murah dan menggunakan apa saja yang ada di lingkungan sekitar kita.