Udara panas menyengat. Aku
berjalan di depan deretan rumah sederhana. Rumah darurat bagi para pengungsi
lumpur Lapindo. Dari sela rumah muncul seraut wajah yang sudah aku kenali.
Wajah yang kurus dan tampak berbinar melihatku.
“Wah sudah lama tidak kesini,
saya sampai kangen,” katanya dalam bahasa Jawa kromo.
“Maaf pak saya banyak acara
sehingga tidak sempat kemari.” Jawabku. Bapak itu menyalami aku dengan penuh
semangat.
“Tinggal pak romo lho yang
masih setia kemari,” katanya basa basi
“Ah ada-ada saja. Kan masih
banyak orang kemari,”