Selamat datang di blog kami! Selamat menikmati aktivitas yang kami tuangkan dalam bentuk tulisan. Bila ada pertanyaan seputar aktivitas kami, silakan kirim ke alamat email kami: sekretkasihbangsa@gmail.com. Kunjungi pula situs kami di https://ykbs.or.id - Terima kasih...
Tampilkan postingan dengan label Menukung. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Menukung. Tampilkan semua postingan

Kamis, 28 Juli 2016

SOSIALISME DI KAMPUNG



Di kecamatan Menukung masih ada sekitar 3 rumah betang, rumah asli masyarakat Dayak. Aku mengatakan “sekitar” sebab lupa tepatnya dan mungkin masih ada yang belum keketahui selain ketiga rumah betang itu. Pada mulanya masyarakat Dayak hidup di rumah betang, dimana satu rumah panjang dihuni beberapa keluarga. Tergantung pintu, konon dulu di kecamatan sini ada rumah betang yang panjang, sekitar 60 an meter yang dihuni sekitar 40 keluarga. Rumah betang sebuah rumah memanjang dengan deretan pintu, seperti ruko jaman ini, setiap pintu dihuni oleh satu atau lebih keluarga. Pada umumnya satu rumah betang terdiri dari satu keluarga besar sehingga semua penghuni masih termasuk keluarga. Tapi saat ini sudah semakin jarang rumah betang, sebab orang lebih suka mendirikan rumah sendiri. Atau rumah betang terbakar sehingga sulit untuk membangunnya kembali.

Sabtu, 11 Juli 2015

Ngapa Mikir?



Lidya: “ Yang ngecas pagi ini banyak, kalau ngecas laptop jangan dinyalakan dulu lah laptopnya, nanti ga mampu akinya karena ga terlalu panas nih sinar mataharinya”
Joni: “Ngapa mikir…..”

********

Lidya: “Sudah jam 10, nih. Harusnya tugas kita yang bunyikan lonceng masuk kelas. Jadi ga enak sama Pak Kepala Sekolah”
Udin: “Ngapa mikir… Kepala Sekolah mau bunyikan. Baguslah”.

Ngapa Mikir. Ucapan trend yang saya temui dan alami saat mengajar di sekolah SD/SMP Satap Laman Mumbung, Menukung. Ketika pertama kali mendengar anak-anak mengucapkannya saat bermain di sungai, saya kaget dan berpikir pengaruh dari sinetron atau dari iklan yang mana sehingga anak-anak dengan fasihnya mengucapkan kata tersebut. Awalnya ketika mendengarnya, saya pikir itu hanya diucapkan anak-anak saat bermain saja. Nyatanya tidak demikian.

Senin, 15 Juni 2015

TAHUN LALU KAMU MASIH ANAK-ANAK



Saat misa di sebuah stasi aku melihat ada seorang ibu duduk di bangku paling depan. Tubuhnya gemuk dan pendek. Dia menggendong seorang bayi. Dia tersenyum padaku. Aku merasa pernah melihat wajahnya. Tapi aku lupa dimana pernah melihatnya? Sesekali aku menatap wajahnya sambil terus mengingatnya. Tetapi tetap tidak ingat. Apakah sebuah deja vu? Ibu muda itu membaptiskan anaknya yang baru berumur sebulan. Saat aku membaptis anaknya dia menatap dan tersenyum padaku. Aku pun tersenyum padanya.

Selesai misa seorang umat mengajakku untuk memberi sakramen perminyakan pada seorang bapak yang terkena stroke. Setelah selesai sakramen perminyakan tuan rumah menghidangkan kopi dan topuk (kue terbuat dari tepung ketan yang digoreng). Dengan diterangi cahaya pelita kecil, kami duduk di lantai menikmati topuk dan kopi hangat. Beberapa orang bercerita tentang para romo jaman dulu. Terkadang aku hanya tersenyum-senyum sambil berusaha meraba apa yang mereka bicarakan, saat mereka berbicara menggunakan bahasa daerah.