Di kecamatan Menukung masih ada sekitar 3 rumah betang, rumah asli
masyarakat Dayak. Aku mengatakan “sekitar” sebab lupa tepatnya dan mungkin
masih ada yang belum keketahui selain ketiga rumah betang itu. Pada mulanya
masyarakat Dayak hidup di rumah betang, dimana satu rumah panjang dihuni
beberapa keluarga. Tergantung pintu, konon dulu di kecamatan sini ada rumah
betang yang panjang, sekitar 60 an meter yang dihuni sekitar 40 keluarga. Rumah
betang sebuah rumah memanjang dengan deretan pintu, seperti ruko jaman ini,
setiap pintu dihuni oleh satu atau lebih keluarga. Pada umumnya satu rumah
betang terdiri dari satu keluarga besar sehingga semua penghuni masih termasuk
keluarga. Tapi saat ini sudah semakin jarang rumah betang, sebab orang lebih
suka mendirikan rumah sendiri. Atau rumah betang terbakar sehingga sulit untuk
membangunnya kembali.
Tampilkan postingan dengan label Menukung. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Menukung. Tampilkan semua postingan
Kamis, 28 Juli 2016
Sabtu, 11 Juli 2015
Ngapa Mikir?
Lidya:
“ Yang ngecas pagi ini banyak, kalau ngecas laptop jangan dinyalakan dulu lah
laptopnya, nanti ga mampu akinya karena ga terlalu panas nih sinar mataharinya”
Joni: “Ngapa mikir…..”
********
Lidya: “Sudah jam 10, nih. Harusnya tugas kita yang
bunyikan lonceng masuk kelas. Jadi ga enak sama Pak Kepala Sekolah”
Udin: “Ngapa mikir… Kepala
Sekolah mau bunyikan. Baguslah”.
Ngapa Mikir. Ucapan
trend yang saya temui dan alami saat mengajar di sekolah SD/SMP Satap Laman
Mumbung, Menukung. Ketika pertama kali mendengar anak-anak mengucapkannya saat
bermain di sungai, saya kaget dan berpikir pengaruh dari sinetron atau dari
iklan yang mana sehingga anak-anak dengan fasihnya mengucapkan kata tersebut. Awalnya
ketika mendengarnya, saya pikir itu hanya diucapkan anak-anak saat bermain
saja. Nyatanya tidak demikian.
Senin, 15 Juni 2015
TAHUN LALU KAMU MASIH ANAK-ANAK
Saat
misa di sebuah stasi aku melihat ada seorang ibu duduk di bangku paling depan.
Tubuhnya gemuk dan pendek. Dia menggendong seorang bayi. Dia tersenyum padaku.
Aku merasa pernah melihat wajahnya. Tapi aku lupa dimana pernah melihatnya?
Sesekali aku menatap wajahnya sambil terus mengingatnya. Tetapi tetap tidak
ingat. Apakah sebuah deja vu? Ibu muda itu membaptiskan anaknya yang baru
berumur sebulan. Saat aku membaptis anaknya dia menatap dan tersenyum padaku.
Aku pun tersenyum padanya.
Selesai
misa seorang umat mengajakku untuk memberi sakramen perminyakan pada seorang
bapak yang terkena stroke. Setelah selesai sakramen perminyakan tuan rumah
menghidangkan kopi dan topuk (kue terbuat dari tepung ketan yang
digoreng). Dengan diterangi cahaya pelita kecil, kami duduk di lantai menikmati
topuk dan kopi hangat. Beberapa orang bercerita tentang para romo jaman
dulu. Terkadang aku hanya tersenyum-senyum sambil berusaha meraba apa yang
mereka bicarakan, saat mereka berbicara menggunakan bahasa daerah.
Langganan:
Postingan (Atom)