Hampir semua orang Indonesia menunjukkan keberadaannya sebagai pribadi di media sosial. Mulai publik figur hingga masyarakat awam. Mereka mengunggah hampir segala hal terkait dirinya. Baik lewat foto atau via siaran langsung video. Tak ada masalah memang dengan perilaku warganet tersebut.
Jika melihat peranannya, sejatinya fungsi utama media sosial ialah untuk
berjejaring dan berbagi informasi. Namun melihat realitas yang ada dewasa ini,
fungsi tersebut malah jadi fungsi kedua dari media sosial. Fungsi utamanya
boleh setuju atau tidak adalah sebagai penggenap hasrat narsis belaka. Para
warganet ingin teman-temannya di dunia maya mengetahui segala sesuatu tentangnya.
Bonusnya, jika unggahanya menarik tentu akan mendapat banyak like dari kawan
media sosialnya. Ini menjadi kebanggaan tersendiri tentunya bagi si pengunggah.
Namun lain halnya dengan warganet satu ini. Ia bukan motivator ulung seperti
Mario Teguh atau pun Merry Riana yang pandai memberikan inspirasi hidup melalui
tutur katanya via media televisi atau media sosial. Pria ini hanya seorang tenaga
full timer di sebuah lembaga sosial bernama Yayasan Kasih Bangsa
Surabaya (YKBS). “Tahun 2012 awal aku mulai masuk sini”, ucapnya siang itu di
sudut ruang kerjanya. Mulanya Ia bergabung dengan divisi pendampingan buruh di YKBS
selama 5 tahun. Tetapi karena kebutuhan, oleh lembaganya Ia ditarik ke bagian
pendampingan anak-anak pinggiran di kota Surabaya.
Perawakannya paling mungil di antara rekan kerjanya. Jika berinteraksi dengannya
pasti aksen khas Madura yang akan terdengar di telinga kita. Mahrawi (37) pria
yang lulus kuliah tahun 2007 dari Universitas Gajayana, Malang, Jawa Timur ini
layak disebut sebagai seorang kurir. Bukan kurir sebuah penyedia jasa kargo
melainkan kurir kebaikan di media sosial.
Sarjana sastra Inggris ini cukup sering berselancar di dunia maya. Selama
Januari hingga 25 Mei 2019 saja Ia sudah melakukan 65 unggahan di Facebook
(FB). kalau dirata-rata, per bulan Ia mampu memposting sekitar 13 status.
Anak ketiga dari 4 bersaudara ini tidak memberondong beranda FBnya dengan
statusnya yang bersifat narsis. Seluruh unggahannya memberikan manfaat positif
bagi pembacanya. Mulai panduan belajar berbahasa inggris hingga
pengalaman-pengalaman harian yang Ia tuangkan dalam sebuah tulisan feature
yang menginspirasi.
Apa yang dilakukan Mahrawi bertolak belakang dengan realitas zaman sekarang.
Mayoritas netizen yang ada berlomba-lomba menelanjangi dirinya di media sosial.
Mulai yang sedang galau karena cinta, makan kudapan unik, hingga saat sedang
berada di lokasi liburan. Semua mereka unggah demi sebuah eksistensi.
Itu belum unggahan yang sedang marak akhir-akhir ini yakni berita palsu dan
ujaran kebencian. Kedua hal tersebut sekarang lagi populer di dunia maya dengan
efek negatif yang sudah kita rasakan di kehidupan nyata. Di mana masyarakat
kita menjadi terkotak-kotak pada Pilpres (Pemilihan Presiden) yang lalu.
Untuk warganet, ayo lebih bijak dengan hal-hal yang kita unggah!.
Daripada mengisi kolom status media sosial kita dengan foto, gambar, dan video yang tak jarang kurang memiliki manfaat berarti bagi banyak orang. Mending kita ikut Mahrawi, menjadi kurir kebaikan di media sosial. Itu pun kalau mau.
Oleh : Agus Eko Kristanto
Dimuat dalam buletin Fides Et Actio edisi No. 110, Agustus 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar