Kehidupan
manusia memang tidak ada yang sama dalam hidup ini. Kendati pun demikian bukan berarti mereka tidak merasakan
kebahagiaan
dalam hidup ini. Kebahagiaan bukan diukur hanya melalui materi saja akan tetapi bagaimana
seseorang memaknai kehidupan itu dalam dirinya sendiri.
Sore ketika
senja beranjak malam, kami bersama teman-teman pendamping Sanggar Merah Merdeka
berkumpul untuk melakukan kunjungan ke rumah anak-anak dampingan sanggar yang berada di
gang Bendul Merisi Jaya. Kunjungan yang memang sudah kami rencanakan bertujuan untuk
mengenal lebih dekat kehidupan anak-anak Sanggar.
Selain itu untuk
mendekatkan para relawan pendamping dengan orang tua anak-anak tersebut.
Setelah saya
sampai di salah satu rumah anak-anak dampingan, saya menyaksikan keadaan
keluarga dari kedua anak-anak ini yang kondisi keadaan ekonominya miskin. Rumah
mereka cukup kecil dan berada di sebuah gang yang juga kecil. Keadaan ini membuat
saya merefleksikan arti sebuah kehidupan.
Kehidupan merupakan hadiah yang sangat berharga dari Tuhan
bagi semua ciptaan-Nya. Akan tetapi, tidak semua
orang dapat merasakannya dengan kelimpahan harta maupun
kasih sayang dari orang-orang yang di sekitarnya. Tidak semua manusia dapat
memaknai kehidupan ini
yang sebenarnya merupakan harta yang
sangat berharga, karena manusia seringkali
tidak pernah merasa cukup akan apa yang diterimanya. Melalui sikap
kerakusan inilah yang membuat manusia itu menjadi egois terhadap orang lain.
Keadaan ekonomi
sangat mempengaruhi mental anak. Anak bisa bertingkah aneh menurut pandangan
orang dewasa karena mereka belum mengenal secara mendalam akan perjuangan serta
keinginan mereka dalam mencapai cita-citanya.
Melalui
kunjungan ini saya semakin diajak untuk lebih memperhatikan tingkah laku
anak-anak. Mereka tidak betah di rumah karena situasi yang membuat mereka harus
keluar dan berhubungan dengan dunia luar yang sangat keras karena di rumah tidak ada tempat
untuk bermain. Jangankan bermain, tidur pun mereka harus
berhimpitan. Anak bisa bersikap kurang sopan, tidak teratur atau malas karena
keadaan keluarga.
Kunjungan ini
merupakan salah satu cara mengenal karakter anak sehingga kita pun dapat
memahami dan mencari solusi bagaimana membina mereka dengan baik dari sisi spiritualitasnya
maupun mentalnya.
Sisi lain untuk lebih
memanfaatkan hidup ini sebaik mungkin adalah dengan melakukan permenungan,
karena dalam merenung itu terkandung sebuah nilai spiritual yang tinggi. Namun perlu digarisbawahi bahwa permenunganku
tidak sama dengan memikirkan. Karena hanya jika memikirkan, akan berkonotasi dengan sebuah trick untuk mengurai sesuatu hal. Padahal dalam permenunganku ada sesuatu yang lebih dari
pada sekedar menggunakan trick.
Permenunganku lebih cenderung berarti intropeksi diri yang dalam jiwa setiap
manusia yang saya jumpai akan menimbulkan sebuah petualangan spiritual, yang kemudian berdampak pada kepekaan mata hatiku.
Dalam menjelajahi dan mengarungi samudera luas
kehidupan ini tentu sangat diperlukan sebuah peran dari mata hati kita. Karena dengannya akan selalu menghadirkan
pemikiran-pemikiran yang amat positif. Pemikiran positif atau positive thinking ini sangat mutlak
dimiliki setiap pribadi, sebab jika jiwa seseorang sudah tidak memiliki positive thinking ini pastilah akan
menjadikan hidupnya hambar, bahkan bosan dan tidak menarik lagi dan tentunya
akan sangat berpengaruh dalam kondisi kejiwaannya. Dalam ajaran berbagai agama
pun ada semacam tekanan kepada umatnya supaya mereka mampu merenungi diri, alam
dan berbagai tanda kejadian yang ada di sekitarnya.
Seperti yang kami
kunjungi saat itu, keluarga itu sangat leluasa bersharing kepada kami. Itu artinya keluarga tersebut memiliki positif thingking. Kalau mereka tidak mempunyai pemikiran yang positif tidak mungkin mereka
mempercayakan anak-anaknya untuk belajar di sanggar merah merdeka. Kunjungan
ini merupakan suatu penyadaran bagi saya akan pentingnya orang lain dalam
hidupku. Karena melalui merekalah saya bisa mengerti
akan arti sebuah kehidupan. Pemikiran yang positif akan dapat berkembang serta
dapat menerima dan bersyukur dalam keadaannya untuk dapat memecahkan berbagai
permasalahan yang dihadapinnya, apalagi bahwa
sebenarnya kita dihadapkan pada sebuah teka-teki yang teramat besar, sebuah
sandiwara dalam panggung yang megah bernama dunia dan hidup yang tidak pernah
pasti. Disinilah titik yang hendak kuperhatikan dalam
perjumpaan dengan orang lain secara khusus bagi mereka yang sangat membutuhkan
perhatian kita. Pada akhirnya puncak dari permenungan itu adalah memandang diri
sendiri betapa kecilnya keberadaan kita bila dibandingkan dengan keluasan dari
Sang Maha Pencipta yang telah memberikan kehidupan bagi
kita umat manusia. Marilah kita untuk saling menghargai kehidupan itu lewat orang-orang yang ada di sekitar kita karena mereka adalah secitra dengan
Tuhan.
Semoga dengan
sharing ini kita lebih bisa memperhatikan anak-anak yang secara keseluruhan merupakan kelompok
rentan terhadap segala ancaman, baik dari keluarga maupun lingkungan di luar
keluarga.
(Sr. Angelina Sinaga KYM)
Dimuat dalam buletin Fides et Actio edisi Juli, No.61
tahun 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar