“Siapa kita? Vinsensian, Gusdurian, yiiihaa, yiiihaa.” Begitulah jargon penutup yang dipekikkan seluruh insan untuk mengakhiri proses perjumpaan siang itu. Momen tersebut mempertemukan Kaum Muda Vinsensian dengan Gusdurian Blitar dalam acara Temu Kaum Muda Vinsensian (TKMV) pada 25 Agustus 2019 di Paroki Santa Maria, Blitar, Jawa Timur.
Tentunya kehadiran komunitas pengagum pemikiran-pemikiran pluralisme dari mantan presiden Republik Indonesia ke-4 ini tak sekadar perjumpaan semata. Lebih dari itu, mereka mempunyai misi untuk menyebarkan virus kemanusiaan dan toleransi kepada peserta TKMV yang biasa disebut dengan Vinsensian.
Dalam praktiknya, sekitar 30 orang dari Gusdurian berpencar untuk masuk kemudian berproses ke dalam kelompok yang sudah terbentuk. Cara penyebaran virusnya mudah. Kawan-kawan Gusdurian berbagi cerita tentang dinamika di komunitas mereka selama ini. Ada yang bercerita tentang upaya memupuk keberagaman di tempat-tempat yang masih masuk wilayah kota kelahiran Sang Proklamator ini. Ada pula yang memberi inspirasi melalui kisah romantis yang mereka jalin dengan pemeluk agama lain dan masih banyak lagi cerita lainnya.
Terlihat jelas dalam perjumpaan ini tak ada sekat antara Vinsensian dengan kawan-kawan dari Gusdurian. Mereka semua tumplek blek di aula Gereja Katolik Santa Maria. Partisipasi aktif dari kedua komunitas tersebut juga tampak yang mana satu sama lain saling mendengarkan, bercerita, dan menghormati. Tak jarang, tawa canda muncul dari raut wajah mereka kala sedang asyik membahas salah satu topik pembicaraan.
Perjumpaan di atas cukup selaras dengan tema acara TKMV yang diusung yakni “Give More” yang berarti, Memberi Lebih Banyak. Contoh konkretnya tergambar saat proses interaksi berlangsung yang mana para Vinsensian muda berani menyediakan ruang untuk duduk bersama dengan insan lain yang berbeda keyakinan. Kemudian mereka juga bersedia mengoptimalkan indra pendengaran serta penglihatan untuk belajar banyak dari cerita pengalaman kawan-kawan Gusdurian.
Bisa dikatakan, momen ini mampu menjadi oasis untuk semua orang. Bahkan salah seorang pendamping peserta dari salah satu sekolah di Surabaya sempat menyeletuk. “Ini yang bagus dan dibutuhkan oleh anak jaman sekarang,” ucapnya sembari berjalan ke belakang panggung.
Memang tak bisa kita dipungkiri, sebagian besar masyarakat kita semakin gemar melakukan perjumpaan lintas agama sama seperti yang di lakukan Vinsensian bersama Gusdurian. Ke depan saya bermimpi perjumpaan semacam ini rutin dilakukan secara perlahan-lahan oleh seluruh rakyat Indonesia. Maksud dan tujuannya cukup jelas agar perbedaan suku, agama, budaya dan ras (SARA) tak menjadi penghalang untuk mewujudkan cita-cita pendiri bangsa yakni kehidupan yang rukun, damai, dan tenteram. Karena dengan adanya perbedaan dan apabila kita bisa memaknai secara utuh, niscaya Bhinneka Tunggal Ika tetap tercengkeram erat oleh cakar Garuda Pancasila hingga akhir hayat.
Oleh : Agus Eko Kristanto
Dimuat dalam buletin Fides Et Actio edisi No.111, September 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar