Sebagaimana biasa saya lakukan,
pada suatu hari, saya mengawali homili saya di daerah perkampungan para
pemulung di Payatas (Filipina) dengan sebuah pertanyaan.
“Bayangkanlah
situasi ini,” kata saya kepada umat di sana. “Anda sedang menghadapi sebuah
persoalan hidup yang sangat rumit sampai Anda merasa nyaris putus asa. Kemudian
Allah datang pada suatu pagi; Ia mau dan bersedia menolong Anda.”
“Allah
macam apakah yang lebih Anda sukai? Dia yang datang kepada Anda dengan segala
kuasa dan kemuliaann-Nya; dan Dia memberitahukan kepada Anda bahwa Dia akan
memberikan semua uang yang Anda perlukan untuk membereskan persoalan Anda seketika itu juga dan di tempat itu? Atau Dia
yang kelihatannya seperti orang kebanyakan, tampak biasa-biasa saja, dan
memberitahu Anda bahwa Ia tidak punya apa-apa untuk diberikan kepada Anda,
namun Ia mau menemani Anda sampai Anda menyelesaikan masalah Anda
perlahan-lahan?”