Seorang datang menceritakan tentang hidupnya. Dia bercerita bahwa setiap hari dia berdoa, sering melayani di gereja dan hal baik lainnya. Tetapi mengapa sekarang dia tertimpa penderitaan? Mendengar itu aku merasa bahwa memang tidak mudah bagi orang yang merasa baik masuk dalam penderitaan, seperti Ayub dalam Kitab Suci.
Cerita orang itu terus membuatku bertanya-tanya dan berusaha memberi jawab. Akhirnya aku seolah menemukan jawaban. Memang banyak orang berusaha hidup baik dengan harapan dia akan mendapat berkat atau balasan dari Allah. Dia berbuat baik dengan harapan hidupnya akan terhindar dari penderitaan dan masalah. Harapan ini yang tertanam dalam hati, maka ketika tertimpa penderitaan dia mulai bertanya mengapa Allah tidak adil?
Menurutku kita harus mempunyai pandangan dasar tentang status kita dihadapan Allah. Apakah kita menyadari sebagai anak Allah atau orang upahan Allah. Jika kita mengeluh saat menderita padahal kita sudah merasa berbuat baik maka kita adalah orang upahan. Orang yang membuat perhitungan dengan Allah, seperti buruh dengan majikannya. Berapa jam dia bekerja dan berapa upah yang dia dapat.
Tetapi jika menyadari sebagai anak, maka kita melakukan kebaikan sebab kita mencintai Allah. Bukan mencari upah. Tidak membuat perhitungan dengan Allah. Maka saat dia menderita, dia tidak akan mengeluh dan protes kepada Allah, sebab dia mengingat telah banyak kebaikkan dari Allah yang telah diterimanya. Telah banyak kasih Allah yang dialaminya. Dia hanya akan memohon kekuatan dari Allah untuk dapat terus berjuang agar dapat keluar dari penderitaannya.
Oleh : Rm. Yohanes Gani Sukarsono CM
Dimuat dalam buletin Fides Et Actio edisi No.116, Februari 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar