Inilah ceritaku, tentang peliknya hidup sebagai orang miskin yang
tak punya “rumah” bagi keluarga. Tetangga kamar kost ku adalah seorang
perempuan(60) sebut saja Bu Mawar, dengan dua anaknya yang sudah dewasa.
Suaminya bekerja di Mojokerto bersama anak bungsunya yang masih sekolah SMA.
Dua minggu sekali sang suami datang ke Surabaya untuk menyerahkan uang belanja.
Biasanya Rp. 200.000. Konon di Surabaya ini dia juga punya anak yang sudah
berumah tangga. Entahlah, aku tak tahu persis berapa jumlah anaknya. Satu anak
yang tinggal dengan dia di kost adalah seorang remaja (22) dengan kondisi
mengalami kelumpuhan. Ibu kost sering menjenguk si anak ini. Tak jarang beliau
membawakan makanan dan obat-obatan. Maklum, keluarga ini sehari-hari berusaha
bertahan dengan penghasilan anak perempuannya yang bekerja sebagai penjaga toko
minyak wangi dengan upah 1,1 juta perbulan. Mana cukup? Segala urusan yang
menyangkut pengeluaran uang harus ekstra ketat, singkatnya apapun harus hemat.