"Mas tolong sepedanya mundur, terus di jagang karena tukang
tambal bannya sakit," ujar salah satu anak muda yang sedang duduk. Lantas
saya bertanya-tanya dalam hatiku, lah sakit kok bekerja. Tak lama berselang,
muncul seorang laki-laki kurus sambil berjalan merangkak.
Sambil membawa peralatan tambal ban, ia membongkar sepeda motor saya
yang bocor. Ketika mencongkel ban dalam yang bocor, saya bertanya. Bapak sakit
apa kok kurus? Lantas ia menjawab.
"Ini kesalahan saya mas. Saya ketika bekerja menjadi tukang
tambal ban, saya banyak makan, minum susu dan teh manis padahal saya lebih
banyak duduk dan kurang olahraga, tidak seperti dulu waktu bekerja bangunan
saya banyak gerak," ucap pak Andika.
Iya, bapak Andika ketika remaja sudah bekerja menjadi tukang bangunan.
Ia bahkan lama sekali menjadi tukang bangunan. Ia berjemur di bawah terik
matahari selama 33 tahun.
Tak ingin terus bekerja dibawah panasnya matahari, ia memutuskan
bekerja menjadi tukang tambal ban dan menjual ban dalam dan ban luar. Ketika
masih sehat dan bisa berdiri, ia tak hanya menambal ban sepeda motor yang bocor
namun juga ban mobil. Kini, ia hanya sanggup menambal ban sepeda motor dan sepeda
ontel.
Menjadi tukang tambal ban sudah ia jalani selama 13 tahun. Baru 3
tahun ia sakit. Bapak satu anak ini tidak hanya duduk diam di rumah agar
sembuh. Ia sudah keluar masuk rumah sakit untuk berobat. Namun, ia belum
sembuh-sembuh. Selain terbentur biaya untuk berobat, ia sudah merasa lelah
berobat karena belum ada hasilnya.
"Makanan sehat jika tidak diimbangi dengan olahraga maka akan
menimbulkan berbagai macam penyakit seperti diabetes, kolestrol dan kencing
manis. Apalagi makannya banyak dan diperoleh dari cara yang tidak halal maka
penyakit siap menghampirimu," imbunya.
Bapak Andika walaupun kondisinya sakit tetap bekerja. Bagaimana
dengan anak muda millenial? Masih mau bermalas-malasan belajar maupun bekerja?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar