Malam itu mulai merayap larut. Pagi
tinggal 2-3 jam lagi. Aku masih merokok, meringkuk di bundaran di pekarangan
rumah sakit. Tidak ada niat untuk ngopi. Hati ini gelisah dan marah. Membuatku
lupa kalau malam ini sangat dingin. Lupa juga kalau renta mulai merayapi tubuh
ini.
Di dalam sana terkapar anakku. Ditemani
beberapa relawan. Tadi sore dia datang ke sanggar. Baru pulang dari Bandung.
Ikut rombongan bonek Persebaya. Tangannya terluka karena huru-hara di Solo.
Ternyata itu bukan sekedar luka. Sendi sikunya lepas. Harus operasi. Kepalaku
langsung cenut-cenut saat itu. Dari mana kudapatkan uang untuk operasinya?