Selamat datang di blog kami! Selamat menikmati aktivitas yang kami tuangkan dalam bentuk tulisan. Bila ada pertanyaan seputar aktivitas kami, silakan kirim ke alamat email kami: sekretkasihbangsa@gmail.com. Kunjungi pula situs kami di https://ykbs.or.id - Terima kasih...

Sabtu, 21 Juni 2014

Satu pengalaman kecil yang melegakan.



Sepulang dari Posko di Selorejo-Ngantang, seperti biasa sebelum masuk kamar, saya masuk ke kamar romo Wawan, sekedar untuk bercerita apa yang terjadi di sana. Satu hal yang menarik adalah peristiwa dimana teman-teman relawan dan saya mencoba mendistribusikan logistik di desa Klangon. Medan menuju Klangon terbilang sulit dan melewati laharan (yang entah kapan akan mengalir lahar dingin) sehingga penduduk di sana sering terabaikan dalam pendistribusian logistik, berbeda dengan penduduk Pandansari di dusun Munjung, Pait, dan Kutut. Begitu sampai, logistik pun diturunkan di posko di seberang sungai, mengingat jembatan menuju dusun tersebut putus total karena material lahar dingin.


Di tengah kesibukan menurunkan logistik dari truk, saya menyempatkan diri berbincang dengan Pak Jumali (Kasun). Beliau bercerita mengenai bagaimana situasi saat Kelud meletus. Tak satu pun penduduk siap. Mereka pun tergopoh-gopoh melarikan diri untuk mengungsi. Setelah status gunung diturunkan, mereka pun kembali ke dusun mereka. Di sana mereka mendapati bahwa rumah mereka hancur, atap-atap runtuh, semua perabotan rusak karena material muntahan Kelud. Selain rumah, mereka mendapati bahwa lahan pertanian mereka yang menjadi sandaran perekonomian mereka hancur. Tak ada jalan lain kecuali menjual ternak yang mereka miliki, meski dengan separuh harga, yang penting tetap ada pegangan sampai situasi sulit ini berlalu.

Belum selesai duka dan ke-putus asa-an mereka ketika kembali ke rumah, lahar dingin pun menyapu jembatan menuju dusun mereka. Untuk beberapa hari mereka terisolasi dengan dunia luar. Betapa asa menjadi semakin kecil karena was-was dan ketidakpastian situasi yang mereka alami.

Mendengar kisah Pak Jumali tersebut, saya hanya bisa diam.

Satu hal yang terus terngiang adalah ucapan romo Wawan malam itu. “Yo, njajal ndelok Kristus nyang diri pengungsi, ter.” Sontak, saya pun seperti disadarkan dari lamunan saya. Selama ini, apa yang saya lihat?! Selama ini, apakah saya sungguh melihat Yesus dan berjumpa dengan-Nya?!

Peristiwa malam itu menjadi malam revelasi Yesus dalam diriku. Secara konseptual, saya mengenal Kristus, namun kurang konkrit. Padahal, bukankah Kristus dalam pandangan Vincentius adalah Kristus yang konkrit? Bukankah orang miskin adalah orang yang secara konkrit saya jumpai hic et nunc? Jika demikian, saya berjumpa dengan Kristus ketika saya berjumpa dengan sesamaku, secara khusus, mereka yang miskin, lemah, terpinggirkan mau pun dipinggirkan. Semoga Tuhan berkenan mengampuni saya karena kemalasan dan kelambanan saya dalam menjumpai-Nya.

Oleh : Fr. Gregorius Agung CM
Dimuat dalam buletin Fides Et Actio edisi no. 45, Maret 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar