Waktu itu saya ikut TKMV di Gresik tahun 2012. Salah satu
kegiatannya adalah exposure. Waktu itu saya bersama Stephanie, Tommy, dan Indra
mendapat exposure di Pasar Krempyeng (pasar yang bukanya jam 4 pagi-12 siang).
Saya dan kelompok bersepakat untuk memisahkan diri, mencari target untuk
belajar tentang kehidupan, dan nantinya men-sharing-kan bersama-sama.
Pada awalnya saya mendekati seorang
ibu penjual sayuran, waktu itu saya bertanya kepada ibu tersebut, apakah saya
boleh membantunya. Ibu itu hanya diam dan termenung tanpa jawaban pasti. Lalu
saya meninggalkan ibu tersebut sambil mengucapkan terima kasih. Tanpa putus asa
saya mencoba mendekati kembali seorang ibu tua penjual ketela yang sedang
menata barang dagangannya. Saya membantu ibu tersebut untuk menata ketela,
namun ibu itu langsung berkata dengan nada sewot “sudah, nggak usah.
makasih”
Saya mulai putus asa dan merasa
menyesal dengan keputusan kelompok. Lalu tiba-tiba Mas Heru (pendamping
kelompok) datang dan berbicara kepada saya. Beliau mengatakan “kalau
mendekati orang, diem aja gak usah diajak ngomong”. Setelah itu saya
memutuskan untuk mendekati seoramg penjaga karcis tanpa saya ajak bicara. Dan
akhirnya saya diajak bicara oleh bapak tersebut. Tapi sayangnya perbincangan
itu tidak bertahan lama, setelah sempat menanyakan asal dan jam kerja, lalu
saya mengungkapkan bahwa saya ingin belajar tentang kehidupan, beliau menyuruh
saya pergi secara halus. Dan akhirnya saya pun pergi sambil mengeluarkan air
mata.
Setelah itu, Mas Heru mendampingi
saya dan berkata “Jangan nangis, ini pasti pengalaman pertamamu. Mungkin kamu
kaget, tetap sabar dan tenang ya”. Akhirnya aya ditemani Mas Heru mendekati
lagi seorang ibu penjual buah mangga, namanya bu Lasmini. Beliau menerima
kehadiranku dengan ramah, ia bercerita tentang kehidupannya yang sudah
berkecukupan. Ia berjualan di pasar untuk mengisi waktu luang. Beliau memiliki
3 anak yang sudah berkeluarga dan berpenghasilan cukup. Lalu saat pamit pulang,
ibu itu membawakan 4 buah mangga yang sangat manis seperti kemanisan yang
diberikan kepadaku.
Dari exposure ini saya banyak
belajar bagaimana mendekati dan mendengar orang-orang kecil yang memiliki
berbagai macam latar belakang. Saya bersyukur dengan kesempatan exposure
yang membuka mata, hati, dan pikiran tentang sulitnya kehidupan, dan semakin
bersemangat dalam melayani majikan-majikan[1]
kita bersama SSV SMAK St Catharina Laboure (SSV SMAK St. Louis 1).
Oleh: Yulia Widyasari (SMAK St. Louis 1, Surabaya dan anggota SSV Konferensi
St. Catharina Laboure).
Dimuat dalam buletin Fides Et Actio edisi No. 41, Nopember 2013
[1]
St. Vinsensius a Paulo menyebut orang miskin sebagai majikan. Dia berkata:
“Hendaknya kalian semua sering merenungkan bahwa tugas terpenting dan apa yang
diminta dari Allah dari kalian ialah setia melayani orang-orang miskin, yang
adalah majikan-majikan kita…” (SV IX, 119)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar