Selamat datang di blog kami! Selamat menikmati aktivitas yang kami tuangkan dalam bentuk tulisan. Bila ada pertanyaan seputar aktivitas kami, silakan kirim ke alamat email kami: sekretkasihbangsa@gmail.com. Kunjungi pula situs kami di https://ykbs.or.id - Terima kasih...

Kamis, 08 Mei 2014

MENJADI GURU DAN TEMAN BAGI ANAK-ANAK....



Anak-anak Asrama Putera Serawai sedang belajar di aula
Hari pertama mengajar di SMP Bukit Raya tanggal 13 Februari 2008. Wuihhhh…….. ini adalah pengalaman mengajar di depan umum yang pertama. Apalagi anak yang aku hadapi anak SMP. Deg-degan rasanya.

SMP Bukit Raya yang terletak di Kecamatan Serawai adalah tempatku berkarya sebagai anggota MAVI selama beberapa tahun. SMP Bukit Raya adalah SMP tertua di wilayah jalur Sungai Melawi dan sampai sekarang adalah satu-satunya SMP Katolik di daerah hulu Sungai Melawi ( bulan September 2012 ini SMP Bukit Raya berusia 50 tahun).

Beberapa hal yang aku lakukan untuk menyemangati anak-anak belajar di kelas (walaupun mereka energik tetapi saat belajar harus ada bunyi “brak” dulu baru mereka konsen mendengarkan. Secara intelektual, mereka termasuk kelas yang rata-rata kepandaiannya) adalah memberi kesempatan menggambar dan menempelkan gambarnya di dinding kelas, mengajak makan bersama setiap Senin pagi dengan bekal masing-masing, mengajak mereka untuk mengeluarkan pendapat dan memecahkan masalah bersama, mengajak untuk peduli dengan teman atau keluarga teman yang sakit, serta mengajak mereka membuat doa spontan. Beberapa cara yang aku lakukan adalah adaptasi dari buku Toto Chan dan implementasi hasil kunjungan beberapa hari di SD Mangunan Yogyakarta.


Tiga hal yang pernah aku buat untuk membuat mereka bersemangat mengikuti pelajaran adalah dengan kerja kelompok, membuat teka-teki silang, dan mengadakan cerdas cermat. Untuk tugas dengan berkelompok mereka tidak hanya sekedar menjawab soal tetapi mereka aku minta mencoba membuat soal sendiri dan menjawabnya. Ya walaupun bentuk soal mereka cenderung sama dari nomer satu sampai nomer lima tetapi aku salut adanya usaha dan kemauan mereka untuk mencoba membuat soal. Tentang cerdas cermat, aku pernah mencoba membuat cerdas cermat Bahasa Inggris dan cerdas cermat Matematika. Ya, walaupun hasilnya tidak terlalu bagus (aku menggunakan ukuran mana, ya), namun aku senang melihat mereka ada semangat mencoba. Untuk teka-teki silang, aku coba saat mengajar materi Biologi.  

Saat menjadi guru di SMP Bukit Raya, aku memposisikan diriku sebagai teman anak-anak. Teman dalam proses belajar mengajar. Kadang beberapa pertanyaan anak-anak tidak mampu aku jawab ataupun aku akan berusaha keras mencari jawaban untuk pertanyaan mereka. Anak-anak di sekolah juga menjadi guru bagiku. Mereka mengajarkan padaku bahwa setiap manusia itu mempunyai keunikan dan aku diajari mereka untuk menerima keunikan itu. Segala karakter dan tingkah laku mereka di sekolah adalah “bahan” pembelajaran terbaik.

Karakter anak-anak di SMP Bukit Raya yang berbeda dengan karakter anak-anak di tempatku berasal, membuat aku terus belajar mencari bentuk pengajaran yang pas setiap saat. Sebenarnya kualitas anak-anak yang sekolah di SMP Bukit Raya sungguh mengagumkan dilihat dari sisi kondisi lingkungan tempat tinggal mereka, dari minimnya fasilitas untuk menunjang pencarian jawaban pengetahuan mereka. Kemauan mereka untuk belajar, untuk bersaing, untuk bertanya, dan untuk mencari jawaban selalu ada. Setiap saat aku mencari cara untuk memberikan bahan dengan menekankan metode permainan, praktek, atau minimal dengan memberikan bentuk mengajar yang menyenangkan. Tapi alih-alih bisa memberikan alternative bentuk pengajaran, aku malah ikut terjebak dalam pemberian materi yang saklek dengan buku. Bahan ajaran yang begitu padat untuk diajarkan padahal seringkali harus mengajarkan hal yang dasar lagi, terkadang membuat lelah dan putus asa dalam mengajar.

Ketika mengalami kelelahan dan putus asa karena banyak hal di sekolah, pikiran rasanya sudah macet tidak mampu melakukan hal-hal lainnya. Begitu mudah rasanya emosi tersulut. Rasa bosan dengan kondisi yang monoton juga sempat aku alami. Ketika mengalami semua hal tersebut, aku memilih untuk tidak memaksakan diri mengajar. Sebagai seorang guru, tetap perlu hadir di kelas walau apapun kondisi yang dialami. Namun, ketika mengalami saat desolasi, aku memilih untuk memberikan kebebasan pada anak-anak untuk berkreasi lewat gambar, puisi, menyanyi, atau melakukan praktek (ketika mengajar Biologi)

(Lidya Wisnuwardani, berkarya di Serawai Pebruari 2008 - Juni 2011)
 Dimuat dalam buletin Fides Et Actio edisi Nomor 28, Oktober 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar