Pada saat itu
hari minggu, saya ingat saya pertama kalinya menginjakkan kaki di kampung ilmu.
Saya bersama 5 orang teman saya sudah siap mengajar anak-anak SD yang ingin belajar,
ternyata ada sekitar 30 orang anak yang berkumpul di kampung ilmu. Saya sangat antusias
karena itulah hari pertama saya bertemu dengan mereka dan adik-adik yang di
ajar banyak yang datang. Saat itu saya memperkenalkan diri kepada pengurus-pengurus
yang ada di Kampung Ilmu, ternyata pengurus-pengurus tersebut mengenal mantan kepala
paroki gereja saya, yaitu Rm. Yohanes Gani. Setelah mengetahui bahwa mereka mengenal
Rm. Gani, saya semakin senang karena bisa lebih akrab kepada pengurus-pengurus kampung
ilmu.
Setelah perkenalan,
saya mulai mengajar 5 adik di depan saya. Mereka semua adalah siswa kelas 5 SD
di suatu SD Negeri tak jauh dari kampung ilmu. Dari ke 5 adik kecil ini, ada salah
satu anak yang senang melihat saya, lalu saya melakukan percakapan pendek dengan
dia,
“Dik, lagi lihat apa?”
“Liat kakak”
Sontak saya kaget mendengar jawaban adik kecil satu ini.
“Loh, kok liat
kakak? Ayo belajar yuk.”
“Iya, aku liat
kakak soalnya pengen jadi kayak kakak.”
“Emang adik pengin
jadi apa?”
“Jadi guru
kayak kakak.”
“Kenapa kok adik
pengen jadi guru?”
“Soalnya aku ngerasain gak bisa les pelajaran
kayak anak lain kak, aku cuman belajar waktu aku di kampung ilmu aja, kalau di
rumah gak bisa belajar karena suasana rumah gak mendukung untuk belajar, selain
itu Bapak Ibu juga nggak bisa ngajarin aku berhitung. Aku iri kak sama anak-anak
yang bisa les pelajaran. Aku pengen nanti kalau udah besar jadi guru, mau masuk
ke kampung-kampung biar bisa bantuin anak orang miskin belajar.”
Mendengar kata-kata adik kecil ini, hati kecil ini sedikit tersentuh.
Kok masih ada anak kecil seperti dia yang punya mimpi besar dan mau melayani sesamanya
yang berkekurangan. Di hari itu saya sangat berterimakasih kepada Tuhan karena telah
menemukan saya dengan anak kecil tersebut. Meskipun ini adalah pertemuan sederhana
tapi saya mendapat pengalaman yang bermakna, kalau tidak ikut SSV mungkin saya tidak
akan pernah mendapat pengalaman seperti ini. Bertemu dengan anak kecil ini selalu
mengingkatkan saya bahwa saya seperti “disentil” Tuhan. Anak kecil seperti itu saja
masih ingat dengan yang berkekurangan, masak saya yang sudah lebih dari berkecukupan
lupa akan yang berkekurangan?
Cerita singkat ini sekaligus mengajak Para
Bapak/Ibu terutama Kaum Muda untuk berpartisipasi dalam SSV di Paroki maupun di
Sekolah. Dengan ikut SSV setidaknya kita bisa mewartakan kasih Tuhan lewat sesama
kita. Mari kita sebagai umat katolik terutama kaum muda tetap aktif untuk melanjutkan
karya misi SSV di Indonesia terutama di Surabaya. Salam Vincentian!
By:
Gaby Renata
(Anggota
SSV Dewan Daerah Surabaya)
dimuat dalam buletin Fides et Actio edisi no.52 Oktober 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar