Jika kelahiran adalah awal dari kehidupan kita maka kematian
adalah akhir kehidupan kita. Seperti matahari yang terbit dari timur dan
tenggelam di barat maka kita pun sedang mengarungi angkasa untuk tenggelam di
barat. Kematian adalah sesuatu yang pasti dalam kehidupan kita, tetapi sering
berusaha menolak atau enggan memikirkannya. Kita takut untuk memikirkan
kematian sehingga kita melupakan. Kita terkejut saat kematian itu sudah
diambang mata.
Kita enggan memikirkan kematian sebab kata seorang filsuf kematian
itu seperti kita meloncat dari sebuah jendela pada malam hari. Kita tidak tahu
apa yang akan terjadi. Padahal kita membutuhkan kepastian, kejelasan sehingga
dapat membuat rencana. Sebagai orang beriman, agama mengajarkan adanya surga
dan neraka. Itulah tujuan kita selanjutnya. Tetapi mungkin karena masih
kaburnya pemahaman surga dan neraka, maka kita masih enggan mempersiapkan. Hal
ini berbeda jika misalnya kita tahu akan pergi ke kutub. Kita sudah dapat
membayangkan dari cerita orang yang pernah kesana dan dari berita yang kita
terima apa yang akan kita alami di kutub, maka kita mempersiapkan diri. Membawa
bekal baju hangat dan sebagainya. Persiapan kita pasti berbeda jika kita akan
pergi ke Sahara.
Pada masa advent ini kita diingatkan akan akhir hidup kita.
Kematian dapat datang kapan saja. Tanpa memberitahu kita apalagi bertanya
apakah kita sudah siap atau tidak. Kita hanya terkejut saat kematian sudah
dekat. Seperti saat orang tenggelam pada jaman Nuh. Maka seruan advent yang
pertama adalah berjaga-jaga, sebab kematian semakin dekat. Kita bukan menjauh
dari kematian melainkan mendekatinya.
Dalam berjaga bukan berarti kita duduk diam saja sambil menanti
kematian, tetapi menurut saya ada dua hal. Pertama adalah bertobat. Dosa adalah
perbuatan yang membawa kita menjauh dari Allah. Maka bertobat adalah melakukan
perbuatan yang mendekat pada Allah. Perbuatan mendekat pada Allah adalah
perbuatan kasih, sebab Allah adalah kasih. Seperti kita ketahui kasih itu pada
Allah, diri sendiri dan sesama. Yakobus menulis bagaimana kamu dapat mengasihi
Allah yang tidak tampak bila tidak mampu mengasihi sesamamu yang tampak. Ukuran
kasih kita kepada Allah adalah kasih kepada sesama. Maka dalam pertobatan kita
melakukan banyak perbuatan kasih.
Kedua, memohon ampun atas segala dosa yang telah kita lakukan.
Memang kita tidak bisa mengulangi masa lalu kita. Apa yang sudah terjadi ya
sudah terjadilah. TIdak bisa diralat atau dihapus atau diulangi lagi. Kita
berjalan linear bukan sirkular, kecuali kita mempunyai lorong waktu atau kita
adalah pejalan waktu yang bisa menembus waktu masa lalu. Dosa-dosa yang sudah
kita lakukan kita akukan dalam sakramen tobat. Bukan meminta imam untuk
mengadili seperti kita adalah pesakitan yang harus dihukum, sebab sakramen
tobat adalah sakramen kasih dimana Allah menunggu anaknya untuk kembali,
seperti kisah anak hilang. Dia menyesali telah berdosa terhadap surga dan bapa.
Sayangnya masih banyak umat Katolik yang alergi terhadap sakramen pengakuan
dosa atau memang tidak menyadari dosa-dosanya, sehingga sakramen pengakuan dosa
sering dihindari. Maka dalam masa advent ini hampir semua gereja mengadakan
sakramen pengkuan dosa agar umat dapat mengakukan dosanya. Hal ini bukan pada
saat Natal nanti kita tidak menanggung dosa tetapi diharapkan pada saat mati
nanti kita seperti penjahat yang berada disisi Yesus. Masuk dalam firdaus sebab
mengakui dosa-dosanya dan memohon ampun padaNya.
Maka masa advent adalah masa kita diingatkan akan kematian kita
yang dapat datang kapan saja. Nanti pada masa Paskah kita diingatkan janji
kebangkitan badan kita pada akhir jaman. Jadi gunakan masa advent sungguh untuk
merefleksi diri dan hanya fokus pada pesta Natal saja.
Oleh : Rm. Gani Sukarsono CM
Dimuat dalam buletin Fides et
Actio edisi No.78, Desember 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar