Pagi buta tatkala orang-orang masih lelap dengan tidurnya pak po
sudah bercucur peluh keringat di dahinya. Dia bukan sedang olahraga pagi. Pria
paruh baya ini tengah mengoreng aneka molen, ute-ute, pisang dan ketela goreng.
Pak Po bukanlah nama sebenarnya. Nama asli dia yakni Supri tapi
teman-temannya ketika di pabrik hingga sekarang terbiasa memanggil dengan
panggilan pak Po.
Pemutusan hubungan kerja (phk) adalah hal menyakitkan. Sudah 15
tahun bekerja di pabrik udang Tropodo tiba-tiba diberhentikan. Tanpa uang
pesangon. Dia sedih. Namun, tak lama, dia segera bergegas mencari pekerjaan
lagi agar dapur tetap mengepul. Dia mulai mencari informasi pekerjaan. Dari
informasi temannya dia diterima kerja di pabrik kayu tapi tidak lama hanya 3
bulan. Setelah itu dia bekerja di loundry
tetapi hanya satu bulan.
Capek bolak balik dikeluarkan dari tempat kerja Pak po merintis
usaha gorengan melanjutkan usaha temannya yang pulang kampung.
Pria asal Magetan Jawa Timur adalah pedagang yang biasa berjualan
di pinggir jalan raya depan restoran depan kampus UPN Surabaya.
Bermodalkan uang 3 juta hasil pinjam ke saudara, dia membeli
gerobak dan kebutuhan gorengan. Susah payah dia lalui. Apalagi ketika hujan
tiba. Berjualan tidak selalu laris di borong pembeli apalagi dia sudah 2 kali
dia didatangi Satuan Polisi Pamong Praja.
Dari hasil menjual gorengan dia dapat memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya meskipun pas pasan. Yang membuat dia merasa sedih karena harus
pindah dari tempatnya jualan. Padahal pelanggan sudah banyak. Dia jualan di
depan restoran. Namun restoran yang dia tempati untuk jualan kontraknya habis
dan akan di kontrak oleh warung makan Pak De. Pemilik warung Pak De ketika
turun dari mobil dengan mata melotot mengatakan siapa yang mengijinkan kamu
jualan disini, kamu cepat pindah dari sini? Saya sudah 15 tahun jualan disini
pak, tutur Pak po sambil menirukan pemilik warung.
Pak Po sendiri sudah 5 tahun berjualan gorengan sedangkan temannya
10 tahun. Dia melanjutkan tempat berjualan gorengan punya temannya yang harus
pulang ke Bandung. Jadi di tempat itu sudah 15 tahun berjualan tanpa ganguan
apapun kecuali satpol pp yang meminta dia geser ke belakang tidak langsung di
pinggir jalan.
Kerasnya kehidupan dan susahnya mencari kerja tak ada pilihan bagi
rakyat kecil seperti Pak PO. Menjadi penjual gorengan bukanlah cita-cita dia.
Oleh : Mahrawi
Dimuat dalam buletin Fides Et
Actio edisi No.81, Maret 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar