Dulu aku pernah pergi ke kuburan dengan dua adik yaitu Kokok dan
Ari. Kuburan simbah terletak di sebuah kuburan tua yang sudah penuh. Tetapi
karena masih saja ada orang yang mengubur di tempat ini maka kuburan menjadi
penuh sesak. Patok atau maesan bertebaran tidak tertata rapi. Sepertinya orang
berusaha memanfaatkan setiap jengkal tanah untuk kuburan, maka ada kuburan yang
menghadap barat laut atau timur laut. Tidak semua menghadap utara seperti
kebiasaan orang Jawa.
Sampai di kuburan embah kami mulai membersihkan rumput. Tiba-tiba
kulihat Kokok meloncat lalu lari tunggang langgan. Sesaat kemudian Ari pun lari
mengikuti Kokok. Melihat kedua adikku lari maka aku pun lari mengejar mereka.
Aku tidak peduli kakiku terantuk patok atau semen yang membatasi kuburan.
Setelah agak jauh dari kuburan embah Kokok berhenti dengan nafas
terengah-engah.
“Ada apa?” tanyaku.
“Kuburan embah mengeluarkan kembang.” jawab Kokok. Kami ke kuburan
memang tidak membawa bunga tabur.
“Aku yang meletakkan kembang itu,” kata Ari. “Tadi aku melihat ada
kembang tabur di kuburan dekat kuburan embah, maka kuambil dan kuletakkan di
kuburan embah.” Kami pun tertawa sambil ngomel sebab kaki kami sakit terantuk
patok-patok kayu.
Apa yang kualami pun terjadi saat ini. Banyak orang tunggang
langgang karena mendengar atau membaca berita. Mereka tidak bertanya dulu
kebenaran berita itu. Apakah berita sungguh atau hanya berita dari orang iseng
seperti Ari yang iseng mengambil bunga di kuburan orang lalu meletakkan di
kuburan embah. Sebuah berita muncul lalu membuat heboh setelah itu ada
klarifikasi kebohongan berita itu. Padahal saat berita itu muncul maka ada
puluhan komentar yang pro dan kontra.
Kita sering lupa mencari kebenaran terlebih dulu. Kita hanya
mengikuti orang saja seperti aku yang ikut lari saat melihat kedua adikku lari
tunggang langgang. Kita ikut mencaci maki dan mengkritik orang tanpa tahu
masalah yang sesungguhnya. Perbedaan dengan pengalamanku adalah pada akhir
cerita. Jika aku dan kedua adikku lalu tertawa tetapi bagi orang yang pro dan
kontra pada sebuah berita akan terus melanjutkan ke hal-hal lain yang jauh dari
berita itu sendiri.
Kurasa bangsa kita ini sedang sakit. Kebebasan berbicara dan
kecanggihan alat komunikasi membuat orang tidak mampu lagi berpikir normal. Orang
dengan mudah terbirit-birit saat membaca berita. Ada banyak orang yang iseng
untuk membuat berita yang membuat orang terbirit-birit. Mungkin setelah melihat
ada banyak orang yang terbirit-birit dia akan tertawa sendiri sambil membaca
aneka komentar dan pertempuran di dunia maya.
Lalu siapakah yang bodoh? Jika kita tidak ingin dianggap bodoh
maka harus cerdas dalam membaca berita. Mencari kebenaran dulu baru berkomentar
dan menyalahkan orang sebelum kita malu sendiri sebab yang kita duga benar
ternyata hanyalah sebuah hasil keisengan seseorang, seperti Ari yang iseng
meletakkan bunga di kuburan embah sehingga Kokok merasa kuburan embah
mengeluarkan bunga. Mengapa tidak tanya? Sebab Kokok sudah mempunyai bayangan
bahwa kuburan itu angker dan hal aneh bisa saja terjadi. Otak kita pun sering
sudah mempunyai gambaran sendiri tentang situasi maka ketika ada hal yang
dianggap aneh kita pun langsung percaya tanpa berpikir dan bertanya. Kita
menelan begitu saja sebuah berita meski tidak logis sekali pun. Apakah pikiran
kita sudah tidak logis? Entahlah tetapi itu yang terjadi pada akhir-akhir ini.
Oleh : Rm. Gani Sukarsono CM
Dimuat dalam buletin Fides Et
Actio edisi No.80, Februari 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar