Pengantar
Pada tanggal 8 – 10 Mei 2019 yang lalu, Rm. Ignatius Suparno CM, Agus
Eko Kristanto dan Mahrawi berkunjung ke Yayasan Atmabrata, Cilincing - Jakarta
Utara. Tujuan mereka berkunjung kesana adalah ingin mengenal karya-karya yang
sudah dilakukan oleh Yayasan Atmabrata dalam pendampingan dan pemberdayaan
orang-orang miskin yang ada di daerah Cilingcing dan sekitarnya. Berikut ini
kesan yang didapatkan oleh Agus Eko setelah mengenal Yayasan Atmabrata.
=====
Cara mereka bicara membuatku terdiam sejenak. Dalam hati pun
berseru, "Hebat ya kalian!".
Bagaimana tidak? Usai berkegiatan dengan pengajar dari
Perancis, mereka bersenda gurau di latar rumah. Baik laki-laki maupun perempuan
berkomunikasi memakai bahasa inggris satu dengan yang lain. Usia mereka antara
17-24 tahun. "Sepertinya hal ini telah jadi kebiasaan rutin",
dugaanku sore itu.
Setelah mencoba menelusuri keesokan harinya ternyata
dugaanku benar. Aktivitas mereka telah terjadwal pada papan putih di dinding
ruangan. Jika tak salah lihat, Selasa hingga Sabtu adalah hari efektif untuk
mereka. Sedari pukul 07.30 sampai setengah 5 sore. Pada agenda yang tertera setiap
harinya wajib berinteraksi menggunakan bahasa Inggris.
Ada 22 anak muda di tempat itu. Jumlah tersebut belum
termasuk dengan 4 coach, begitu para
pendamping dipanggil. Para coach
terdiri dari 4 WNA (Warga Negara Asing) dari Perancis dan 1 perempuan berdomisili
Padang, Sumatera Barat. Ke-22 kaum muda yang dibimbing berasal dari berbagai tempat.
Ada yang berasal dari Indramayu Jawa Barat. Ada dari provinsi Jawa Tengah
tepatnya Pemalang, Brebes, Purworejo, Pekalongan, sedangkan sisanya berdomisili
Jakarta.
Yang saya saksikan bukanlah situasi di Kampung Inggris
Kabupaten Pare, Kediri, Jawa Timur melainkan Balai Latihan Kerja (BLK)
Atmabrata Cilincing, Jakarta Utara.
Hal menarik lain ialah metode perkenalan. Setiap anak wajib mempresentasikan
dirinya pakai bahasa inggris. Isinya harus lengkap dengan nama, usia, hobi, keahlian,
latar belakang keluarga, dan lain-lain yang berkaitan dengan hidup mereka.
Memang belum semua dari mereka mahir berbahasa inggris. Namun usaha dan kemauan
keras mereka sangat layak mendapat apresiasi.
Di sisi lain, rutin menggunakan bahasa inggris lantas tak
melunturkan cinta mereka pada bahasa daerahnya. Untuk yang dari Jateng tetap
berbahasa Jawa dengan kawan satu daerahnya, dan lainnya masih setia bercakap
dengan bahasa dan aksen khas Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar