Pekerja rumah tangga (PRT) atau orang lebih
mengenal pembantu rumah tangga cita-citanya sederhana hanya ingin punya rumah
sendiri yang bisa di buat tempat tinggal untuk istirahat memejamkan mata.
Cita-cita sederhana itu merupakan gambaran dari
puluhan ribu PRT di Indonesia tak terkecuali ibu Tukiyah (70) yang sudah
bekerja 27 jadi PRT di kota Surabaya.
Perempuan asal Wlingi Blitar, Jawa Timur ini
sejak usia remaja sudah harus berpisah dengan orang tuanya. Ia terpaksa harus
bekerja di saat teman sebayanya sekolah.
Ketika bekerja jadi PRT, ia masih usia 15 tahun.
Ia sedih dan takut karena masih anak-anak dan jauh dari keluarga. Namun, rasa
waswas dan sedih ia kubur dalam-dalam. Karena yang ia lebih takutkan adalah
rasa lapar dan hidup tak pasti di jalanan.
Setiap gajian ibu Tukiyah atau sering orang
mengenal ibu Baru selalu menyisihkan uang untuk di tabung agar bisa punya rumah
dan usaha sendiri. Namun, dari hasil uang tabungan itu hanya bisa dibelikan
tanah sepetak untuk dinbagun menjadi rumah.
Ketika rumah sudah jadi, ia berhenti menjadi PRT
dan memilih istirahat untuk beberapa bulan. Karena tak ingin menggangur terlalu
lama, ia mencoba berjualan gorengan di daerah pasar beras Wonokromo.
Setelah berjualan gorengan, ia mencoba menyewa
stand warung di pasar beras dekat RS AL, Surabaya untuk berjualan nasi. Ia
senang ketika punya usaha sendiri. Namun, rasa senang itu hilang perlahan
ketika orang yang hutang makan itu tidak bayar.
Walapun kondisinya tidak untung, kadang hanya
bisa buat belanja untuk jualan, ia buka warung cukup lama sekitar 10 tahunan.
Ia mencoba bertahan untuk tetap jualan. Bahkan sampai pindah stand warung makan
untuk mencoba peruntukan yang baru. Namun nasib baik belum menghampiri dia.
Usahanya bangkrut, orang yang hutang tidak bayar.
Ia tak putus asa untuk terus berusaha ditengah
kesulitan yang menghampirinya. Ia meminjam uang lalu mempekerjakan orang untuk
mencari sampah. Ada tiga orang yang ia pinjamkan alat produksi mencari sampah yakni
becak.
Sampah plastik, botol, kardus, koran, besi dan
sampah yang lain, mereka jual kembali ke ibu Baru setelah di timbang. Sistem
kerjanya kemitraan antara pencari sampah dan ibu Baru. Para pekerja hanya di
fasilitasi becak. Usaha rongsokan sampah berjalan dengan baik, bahkan ibu Baru
sempat membeli 4 becak. Total ada 7 pekerja yang bekerja mencari sampah.
Namun, lambat laun pekerja rongsokan mulai
berulah, sampah-sampah yang bagus dijual di tempat lain sedangkan sampah yang
jelek di jual di ibu Baru. Usaha ibu Baru hampir bangkrut, becaknya di bawa
kabur para pekerjanya dan hanya menyisahkan satu becak. Ia sedih tapi tak
menyerah. Ia tetap bekerja dan baik pada orang lain.
Baginya hidup ada sisi baik dan buruknya. “Yang
penting saya tidak curang dan tetap baik pada siapapun," katanya.
"Saya selalu di beri kesehatan yang
melimpah walaupun sudah tua, saya jarang sakit. Itu anugrah, itu rejeki,"
imbuhnya.
Hidup itu pilihan mau menjadi orang baik atau
orang jahat itu pilihan anda. Tapi ingat, Tuhan tidak tidur, Gusti Allah mboten sare. Setiap kebaikan
dan keburukan yang anda lakukan pasti ada balasannya.
Oleh : Sukowi
Dimuat
dalam buletin Fides Et Actio edisi no. 97, Juli 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar