Tidak hanya orang miskin yang membuang sampah di sembarang tempat,
orang kayapun juga sering melakukan hal yang sama. Mereka ada yang membuang
sampah dari mobil ketika di jalan raya, saat rekreasi ataupun di lingkungan
tempat tinggal mereka. Walaupun sudah punya cukup pengetahuan tentang bahaya
kotoran sampah, tabiat buruk membuang sampah masih kita lihat bersama. Tidak
hanya si miskin, si kayapun melakukan hal yang sama walaupun cukup ilmu.
Tapi yang lebih menjijikkan dan menjengkelkan tatkala ada tukang
sampah yang mengambil di lingkungan rumah, kita sering menutup hidung karena
bau. Ada juga yang berbicara tidak sopan karena ada aroma tidak sedap dan
banyak perilaku yang menyinggung tukang sampah. Bahkan tatkala sampah belum
diambil, kita marah-marah. Kita tidak tahu apakah tukang sampahnya sedang sakit
atau ada halangan. Coba sekali-sekali sampah di depan rumah, kita buang sendiri
ke tempat pembuangan akhir sampah agar kita tahu bagaimana ketika kita menjadi
tukang sampah.
Kisah pilu itu yang dialami oleh bapak Melan dan banyak tukang
sampah lainnya. Bapak Melan setiap hari tidak hanya berjumpa dengan sampah yang
kotor dan bau, tapi juga mulut warga yang berkata-kata kotor dan perilaku yang
menyakitkan.
Bapak Melan kelahiran Pasuruan. Sejak lulus SD sudah bekerja
menjadi buruh tani di desanya. Disaat ia menikah lima belas tahun yang lalu, ia
bekerja di tempat sapi perah di Pasuruan. Ia bekerja di perusahaan sapi perah
hanya bertahan 3 tahun.
Karena bayarannya kecil, ia mencoba merantau ke Surabaya. Namun di
kota pahlawan ini, ia kesulitan mencari pekerjaan yang layak. Tak mau
menggangur terlalu lama, ketika ada tetangga kos yang menawarkan menjadi tukang
sampah, ia langsung mengiyakan tanpa berpikir panjang.
Tatkala warga di daerah Wonokromo Surabaya masih tertidur lelap,
ia sudah berbaur dengan sampah yang diangkut dari gang-gang sempit dari rumah
warga ke grobak yang ditaruh agak jauh karena tidak bisa masuk gang. Tidak
merasa jijik dan menutup hidung, ia lakukan dengan sabar.
"Menjadi tukang sampah itu tidak enak, banyak susahnya dari
pada senangnya. Selain setiap hari bertemu kotoran yang penuh penyakit, saya
sering berjumpa dengan warga yang sering menutup hidung, ada juga yang
mengatakan jijik," katanya.
Bahkan ada warga yang mengatakan, anaknya dikasih rejeki dari
memungut kotoran sampah, apa baik. Ada juga yang menuduh dia mencuri barang
karena waktu menaikkan sampah ke grobak, ada barang warga yang hilang. Setelah
dibongkar grobaknya dan dibawa ke balai RW, ternyata yang mengambil orang lain
bukan dia. "Iya, saya minta sampah yang berserakan dinaikkan lagi ke
grobak kepada warga yang menuduh ia mencuri. Orang yang menuduh mencuri secara
ekonomi cukup kaya, tapi hatinya tidak kaya" imbuhnya.
Bapak Melan oleh pak RW diminta untuk memukul orang yang menuduh
ia mencuri, tapi dia tidak mau karena masalah jika diselesaikan dengan
kekerasan tidak akan selesai.
Atas kejadian itu, warga yang menuduh ia mencuri tidak hanya
meminta maaf tapi memberikan uang dengan datang ke rumah pak Melan. Walapun
bapak tiga anak ini menolak, tapi tetap dipaksa dan akhirnya diterima. Tak
hanya berhenti disitu, orang yang menuduhnya mencuri tersebut, tiap bapak Melan
mengambil sampah di depan rumahnya, sering memberi uang kepadanya.
Jadi, mulai sekarang hormati tukang sampah. Jangan menutup hidung
saat mereka bekerja. Sapa mereka. Kasih mereka senyum. Kalau bisa kasih mereka
makan atau uang. Mereka juga manusia sama dengan kita. Kitapun belum tentu
sanggup seperti mereka.
Yuuk hormati mereka, pahlawan lingkungan kita.
Oleh : Mahrawi
Dimuat
dalam buletin Fides Et Actio edisi No. 98, Agustus 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar