Siapa pun tidak dapat memberikan apa pun kepada orang lain jika
tidak memilikinya. Jika saya tidak punya permen, maka saya tidak bisa
memberikan permen kepada orang lain.
Berangkat dari kesadaran itu, saya tidak menyia-nyiakan kesempatan
untuk mengikuti pelatihan dasar jurnalistik pada 5 Maret 2018 yang lalu. Dengan
antusiasme dan semangat membara, saya mengikuti kegiatan yang diadakan oleh
Yayasan Kasih Bangsa Surabaya tersebut.
Bertempat di kantor sekretariat yayasan, pelatihan yang diberikan
oleh redaktur Majalah Hidup itu dihadiri oleh 11 orang karyawan dan relawan
yayasan. Dalam pelatihan tahap pertama tersebut kami belajar tentang penulisan
berita. Untuk tahap kedua nanti rencananya akan membahas tentang penulisan
feature.
Mengapa kami belajar jurnalistik? Belajar jurnalistik tidak hanya
ditujukan untuk wartawan. Juga tidak hanya berguna untuk wartawan. Belajar
jurnalistik sangat baik bagi siapa saja agar memiliki keterampilan untuk
mengungkapkan gagasan secara tertulis dan mudah dipahami.
Karena saya ingin pelatihan tersebut berdampak secara maksimal
terhadap diri saya, maka saya mengikuti pelatihan dengan sikap seperti anak
kecil. Maksudnya kekanak-kanakan? Bukan lah... Lalu???
Anak kecil adalah pribadi yang penuh dengan rasa ingin tahu alias
penasaran. Kalau istilah jaman now, kepo. Anak kecil adalah sosok yang suka
bertanya apa ini, mengapa begini, untuk sesuatu yang tidak ia ketahui.
Seakan-akan tidak pernah puas dan tak pernah lelah.
Nah, dalam kesempatan itu pun saya kepo seperti anak kecil. Jika
ada sesuatu yang kurang jelas atau mengganjal maka saya segera bertanya.
Penasaran. Saya mengadopsi gaya anak kecil yang ingin tahu dan mencari tahu.
Bukan gaya orang dewasa kebanyakan, yang kerap kali pura-pura sudah tahu atau sok
tahu karena tak mau dianggap tidak tahu apa-apa.
Saya membuka hati, mata dan telinga lebar-lebar. Membuka hati
untuk diubah dengan pengetahuan baru. Membuka mata dan telinga untuk menyerap
informasi sebanyak-banyaknya semampu saya. Jika hati sudah tertutup, tak akan
mau menerima hal baru.
Semuanya itu saya lakukan karena saya ingin mempersembahkan buah
pena yang terbaik bagi dunia. Bagaimana saya bisa memberikan karya tulis yang
baik jika saya tidak mempunyai dasar tentang menulis yang baik? Seperti yang
saya sampaikan di awal, saya tidak bisa memberikan apa yang tidak saya miliki.
Mengapa tulisan? Karena dengan tulisan saya bisa berkarya. Saya
menulis apa yang saya lihat, alami dan rasakan. Saya percaya sebuah tulisan
tidak sekedar menginformasikan, menghibur, menginspirasi, memotivasi dan
mengajak. Saya percaya sebuah tulisan memiliki kekuatan tersembunyinya yaitu
mengubah.
Meski tak seberapa, memberikan kontribusi terhadap perubahan dunia
ke arah yang lebih baik melalui tulisan, adalah impian saya. Mimpi besar
penulis kecil.
Oleh : Luciele
Dimuat
dalam buletin Fides et Actio edisi No.100, Oktober 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar