Malam ini adalah malam
minggu. Yaaah.... seperti biasa kebingungan selalu menyertaiku di malam seperti
ini. Mau dihabiskan seperti apa lagi malam macam ini? Bengong di kosan? Haaah...,
sudah biasa. Akhirnya aku memutuskan untuk mengiyakan ajakan temanku bertamu
sambil nongkrong di kontrakan saudaranya. Namanya Darius Tri Sutrisno, biasa
dipanggil Tri, dan saudaranya Agus Eko yang sering kupanggil Mas Agus,
"muasuuk Pak Eko" gitu juga bolehlah, hehe...
Awal kami mengenal sejak
sekitar tahun 2013, itu adalah awal-awal ketika aku merantau ke Surabaya. Tukang
rusuh dan suka celometan, itu kesan pertama untuk menilai mereka. Bagaimana
tidak, setiap kami rapat untuk kegiatan tahunan Temu Kaum Muda Vinsensian
(TKMV), mereka selalu duduk di barisan paling pojok belakang, kalau disuruh
ngomong malah diam, tapi kalau saat yang lain diskusi mereka yang nomor satu
untuk bagian celometan.
Berasal dari latar
belakang masa lalu yang kelam dan berat untuk berjuang hidup. Mulai dari jadi
kuli angkut, penjaga warnet, dan cleaning service pun dilakoni dengan sabar
walau kadang suka mengeluh. Hingga akhirnya mereka menjadi tenaga full timer
(Mas Agus yang tergabung dalam Divisi
Pusat Pengembangan Sosial) dan part timer (Tri yang tergabung dalam
Divisi Pendampingan Anak, Sanggar Merah Merdeka) di Yayasan Kasih Bangsa
Surabaya (YKBS). Awal-awal bekerja di sana, mereka memang merasa minder karena
hanya berbekal ijasah SD dan SMP saja, sedangkan teman-teman kerjanya
kebanyakan sarjana dan para pastur.
Perbincangan kami malam
ini adalah tentang proses perjalanan mereka. Ada 3 (tiga) poin refleksi yang
aku temukan dari perjalanan mereka hingga saat ini: mensyukuri diri sendiri,
mensyukuri kehadiran orang lain, dan mensyukuri pengalaman masa lalu.
Mensyukuri diri sendiri
dengan mengenali diri sendiri. Menyadari bahwa mereka memiliki kelemahan dan
kelebihan masing-masing. Berani menolak bahwa kelemahan bukan menjadi batasan
bagi mereka untuk berkembang, melainkan menerimanya juga sebagai anugerah,
sehingga lebih bisa merasakan nikmatnya proses perjalanan hidup.
Mensyukuri kehadiran
orang lain dengan menyadari bahwa orang lain, entah yang baik maupun yang
dianggap menjengkelkan adalah anugerah. Karena orang lain juga secara langsung
mau pun tidak langsung selalu terlibat dalam proses perjalanan mereka.
Mensyukuri pengalaman
masa lalu, baik itu pengalaman yang menyenangkan mau pun pengalaman yang sangat
tidak menyenangkan dengan meyakini bahwa Tuhan memiliki caraNya sendiri untuk
mengolah anakNya. Bersyukur pula karena dulu sempat merasa memiliki pengalaman
yang tidak menyenangkan dan menjadi pelajaran hidup bermakna bagi mereka, dan
menjadi bekal untuk kehidupan masa depan.
Sampai kini, mereka
telah mengejutkan cukup banyak orang yang mengenalnya. Tukang rusuh dan tukang
celometan yang dulu hanya duduk di pojok belakang, sekarang berani dan bisa
menjadi pembawa acara setiap kali Divisi Pusat Pengembangan Sosial (PPS) ada
pelatihan, dengan gayanya sendiri yang unik. tukang rusuh dan celometan yang
dulu hanya duduk di pojok belakang, kini berani mendampingi anak-anak dan
pernah menjadi seorang koordinator lapangan untuk penanggulangan bencana gempa
dan tsunami di Palu kemarin. Duo tukang rusuh bersaudara kini telah
bermetamorfosis menjadi manusia yang lebih indah. Terima kasih karena boleh
mengenal kalian. :)
Oleh : Christianus H. Winjaya
Dimuat dalam buletin Fides Et Actio edisi no. 104, Februari
2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar