Siang itu cuaca sangat panas, aku duduk didalam tenda yang didirikan
oleh teman-teman buruh sambil menikmati kopi yang ditungkan di gelas plastik bekas
air mineral, sesekali aku mencoba mencuri pandang memperhatikan wajah-wajah
mereka, kegelisahan tampak sangat jelas tergambar dari wajah mereka.
Ya, mereka adalah teman-teman buruh pabrik roti di Sidoarjo yang sedang
unjuk rasa menuntut keadilan dari pemilik pabrik, mereka yang berjumlah sekitar
52 orang sudah sebulan lebih harus menunggu tenda secara bergantian yang didirikan
di depan pabrik roti sebagai protes atas tindakan pemilik pabrik roti yang
telah memecat mereka, para buruh ini dipecat karena sebagian dari mereka ikut
dalam serikat buruh dan sebagain lainnya karena menuntut kenaikan gaji sesuai
aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah atau standart UMK kota Sidoarjo.
Hampir 2 jam aku berbincang-bincang dengan mereka sambil menikmati kopi
yang mereka sajikan, didalam tenda ada empat orang termasuk aku, kebetulan hari
itu adalah tanggal merah jadi buruh yang lain beristirahat dirumah. Mereka
menceritakan bahwa mereka sekarang sedang bingung karena tidak tau harus sampai
kapan mereka berada di tenda menunggu kejelasan nasib mereka, aku merasa kasian
dengan mereka sebagian dari mereka adalah kepala rumah tangga yang harus
membiayai keluarga dan sekarang mereka kehilangan mata pecaharian.
Mas Imam salah satu dari mereka menceritakan juga bahwa sekarang
teman-teman mereka sebagian mulai banyak yang sakit mengeluhkan tidak enak
badan, pusing atau sakit perut dan salah satu dari mereka ada yang harus di
rawat di rumah sakit daerah karena terkena gejala liver. Aku bisa membayangkan
apa yang mereka rasakan, dua jam didalam tenda mereka aku merasakan angin yang
cukup kencang menerpa masuk ke tenda belum lagi di tambah debu dan polusi
kendaraan sehingga badanku terasa agak meriang, apalagi mereka yang sudah satu
bulan lebih menempati tenda itu belum lagi bila malam hari tentu suasananya
akan lebih tidak bersahabat.
Ketika kami asik ngobrol salah satu dari mereka melihat seorang
perempuan tua yang terlihat lusuh dan nampaknya perempuan tua itu seorang
pengemis melintas didepan tenda lalu salah satu dari mereka tiba-tiba mengambil
beberapa air minum kemasan dan menawarkan air minum tersebut kepada perempuan
tua itu, melihat itu aku seketika aku jadi tertegun dan seperti ingin menangis
terharu, para buruh ini walau sedang mengalami kesusahan tapi hati mereka masih
tergerak untuk berbuat sesuatu untuk orang lain yang lebih menderita, penderitaan
yang mereka alami ternyata tidak mematikan rasa kepedulian terhadap orang lain.
Badanku mulai merasa meriang karena terpaan angin yang cukup kencang dan
panas lalu aku berpamitan untuk pulang, sepanjang perjalanan pulang tanpa sadar
aku memikirkan apa yang mereka alami, rasa marah, haru, kasian, bingung tidak
tau harus berbuat apa berkecamuk jadi satu, rasanya ingin sekali aku
menyelesaikan persoalan mereka tapi apa yang bisa aku perbuat? Aku mungkin
bahkan hanya bisa tertegun dan kasian melihat mereka tanpa bisa berbuat apa.
Ada satu pelajaran yang aku dapatkan dari apa yang teman-teman buruh
alami, bahwa penderitaan yang kita alami tidak selayaknya memudarkan rasa
perduli terhadap orang lain yang lebih membutuhkan, aku berharap semoga yang
dialami oleh teman-teman buruh segera ada kejelasan dan segera berakhir.
Oleh : Andri Prapto
Dimuat dalam buletin Fides et Actio edisi Juli
No.49 thn 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar