Dalam rangka menyambut 9 tahun
luberan lumpur Lapindo yang terjadi di Porong Sidoarjo, Pusat Pengembangan
Sosial Yayasan Kasih Bangsa Surabaya bersama Sanggar Anak Al Faz
Porong mengadakan sebuah sarasehan dengan tema “Serpihan luka
korban lumpur Lapindo”. Sarasehan tersebut diadakan di Sekretariat Yayasan
Kasih Bangsa Surabaya yang terletak di jalan Kinibalu 41 Surabaya.
Sarasehan
di hadiri sekitar 50 orang peserta dari berbagai kelompok seperti KONTRAS Surabaya, PUSDAKOTA, PMKRI, SBI
dan lain-lain. Acara diawali dengan pembacaan puisi karya anak-anak
dari korban lumpur Lapindo. Sebagai narasumber
dalam sarasehan tersebut adalah Sanggar
Al Faz yang di wakili oleh cak Irsyad, cak Rokim, Daris Ilma
dan teman-temannya. Sanggar tersebut adalah kumpulan anak-anak dari para korban
lumpur Lapindo.
Persoalan
ganti rugi.
Sudah
9 tahun berjalan penyelesaian ganti rugi bagi para korban luapan lumpur Lapindo oleh pemerintah atau pihak Lapindo
sampai sekarang masih belum tuntas secara keseluruhan. Masih tersisa sekitar 781 milyar rupiah yang belum terbayarkan. Hal ini terungkap dalam sarasehan
tersebut. Kondisi ini semakin membuat sebagian warga Porong yang terkena
dampak lumpur Lapindo semakin menderita karena tidak ada kejelasan kapan mereka
mendapat ganti rugi.
Masih
tersisa masalah.
Dalam
kesempatan tersebut sanggar Al Faz
yang di wakili oleh cak Irsyad dan teman-temannya juga
mengungkapkan, setelah sekian lama mereka pindah dari desa Besuki ternyata
masih timbul masalah sosial. Sebagian dari warga yang sudah lanjut usia merasa
tidak kerasan tinggal di pemukiman yang baru.
Banyak diantara mereka
yang ingin kembali ke tempat
asalnya padahal tempat asal mereka sudah menjadi lautan lumpur panas.
Hal
ini juga dirasakan oleh anak-anak.
Mereka yang dulunya
bermain bersama dengan teman-temannya sekarang banyak kehilangan teman bermain
karena sebagian dari warga tersebut ada yang memilih pindah sendiri dan tidak
bergabung dengan desa mereka.
Bahkan
menurut cak Irsyad dan teman-temannya, di tempat mereka yang
baru oleh sebagian penduduk desa para korban lumpur Lapindo dianggap sebagai
orang yang kaya karena mendapat uang dari ganti rugi, sehingga ketika mereka mau mengurus
perijinan atau membangun rumah baru,
mereka harus membayar uang administrasi yang jumlahnya menurut tidak sedikit.
Dalam
kesempatan tersebut cak Irsyad dan teman-temannya
merasa senang mendapatkan kesempatan bercerita apa yang sebenarnya terjadi dan
menimpa para korban lumpur Lapindo yang 9 tahun berlalu sebagian dari mereka masih tidak jelas
nasibnya. (Andri).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar