Saat
misa di sebuah stasi aku melihat ada seorang ibu duduk di bangku paling depan.
Tubuhnya gemuk dan pendek. Dia menggendong seorang bayi. Dia tersenyum padaku.
Aku merasa pernah melihat wajahnya. Tapi aku lupa dimana pernah melihatnya?
Sesekali aku menatap wajahnya sambil terus mengingatnya. Tetapi tetap tidak
ingat. Apakah sebuah deja vu? Ibu muda itu membaptiskan anaknya yang baru
berumur sebulan. Saat aku membaptis anaknya dia menatap dan tersenyum padaku.
Aku pun tersenyum padanya.
Selesai
misa seorang umat mengajakku untuk memberi sakramen perminyakan pada seorang
bapak yang terkena stroke. Setelah selesai sakramen perminyakan tuan rumah
menghidangkan kopi dan topuk (kue terbuat dari tepung ketan yang
digoreng). Dengan diterangi cahaya pelita kecil, kami duduk di lantai menikmati
topuk dan kopi hangat. Beberapa orang bercerita tentang para romo jaman
dulu. Terkadang aku hanya tersenyum-senyum sambil berusaha meraba apa yang
mereka bicarakan, saat mereka berbicara menggunakan bahasa daerah.
Akhirnya
aku mengungkapkan penasaranku pada salah satu ibu yang membaptiskan anaknya
pada saat misa tadi. Seorang ibu mengatakan bahwa ibu muda itu adalah
anaknya. Aku katakan bahwa rasanya aku pernah melihat dia tapi aku lupa dimana.
Ibu itu mengatakan mungkin aku melihat orang lain, sebab anaknya belum pernah
keluar dari kampung ini. Dia belum lulus SD dan sudah menikah. Sekarang aku
jadi ingat. Pada saat Paskah tahun 2014 aku datang ke kampung ini. Sebelum misa
ada beberapa anak SD yang datang ke rumah tempatku menginap. Mereka kuajari
menyanyi untuk misa Paskah. Ada anak kelas VI SD yang kuanggap dapat menyanyi.
Dialah yang kuminta mengumpulkan teman-temannya untuk latihan nyanyi. Pada saat
misa dia pun yang memimpin menyanyi. Esok paginya dia mengantarku ke kuburan
untuk mengadakan upacara di kuburan. Aku melihat anak ini cukup cerdas, maka
aku menyarankan agar setelah lulus SD dia masuk asrama dan sekolah di SMP
Menukung. Ternyata sebelum lulus SD dia sudah menikah dan kini mempunyai anak
satu. Maka pada saat Natal 2014 aku tidak melihatnya, sebab dia sedang hamil
tua.
Bagaimana
mungkin anak berumur 13 tahun sudah menjadi ibu? Apa yang dapat dilakukannya
sebagai ibu? Aku melihat orang tua anak itu saat menceritakan anaknya seolah
tanpa beban. Seolah anaknya sudah pantas untuk menikah dan punya anak. Dia
bukanlah satu-satunya perempuan yang menikah pada saat masih kanak-kanak. Ada
banyak anak SMP yang sudah menikah dan mempunyai anak. Di stasi lain seorang
anak kelas 2 SMU yang ikut denganku bertemu dengan teman seangkatan saat masih
SMP yang sudah cerai. Aku sungguh prihatin dengan situasi ini. Berulang kali
aku mengatakan pada anak-anak SMP yang tinggal di asrama agar mereka
melanjutkan pendidikan dan menunda perkawinan. Tetapi tetap saja ada yang
menikah begitu lulus SMP.
Perlu
adanya perubahan budaya dan pandangan tentang perkawinan. Hal ini bukan hanya
tanggungjawabnya Gereja tetapi semua elemen masyarakat. Perlu ada penyuluhan
dan pendidikan bagi masyarakat untuk mencegah perkawinan dini. Perlu membongkar
adat dan cara pandang orang tentang hakekat perkawinan. Tetapi aku tidak tahu
siapa yang dapat melakukan semua ini? Seorang teman mengatakan agar aku menolak
pasangan dibawah umur yang akan menikah. Seandainya aku menolaknya maka mereka
akan menikah secara adat. Apakah aku akan membiarkan mereka hidup dalam
perkawinan tidak sah yang sama artinya membiarkan mereka hidup dalam
perzinahan? Bagaimana mereka dapat mengurus akte anaknya bila tidak mempunyai
surat menikah dari Gereja? Bagiku masalahnya bukan soal menikah di Gereja
tetapi pandangan tentang perkawinan itu sendiri yang belum dipahami oleh banyak
orang. Masih melekatnya adat dan pandangan yang keliru soal perkawinan bahwa
perempuan yang belum menikah di usia 17 seolah perempuan tidak laku. Akibatnya
banyak anak perempuan yang berusaha menikah di usia dini. Orang tua pun
membiarkan, memberi peluang bahkan mendorong anaknya untuk menikah daripada
malu.
Oleh : Rm.
Yohanes Gani Sukarsono CM
Dimuat
dalam buletin Fides et Actio edisi Juni, No.60 tahun 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar