Beberapa minggu kini telah berlalu,
kini kebersamaan saya bersama dengan anak-anak diSanggar Merah Merdeka (SMM) pun
kunjung berakhir sampai di hari Jumat, 17 oktober 2014 pukul 22.00 WIB. Saya
merasa sedikit kemungkinan bila ingin bertemu dengan mereka lagi mengingat
jadwal kuliah kami yang sangat padat. Sekarang saya dan kawan-kawan hanya dapat
mengenang masa-masa kebersamaan kita dengan anak-anak di sanggar selama 4
minggu terakhir. Saya merindukan salam hangat dari mereka saat bertemu dengan
kami, tawa canda mereka membuat kami ikut dalam suasana ceria yang mereka
ciptakan, sejenak membuat kami melupakan lelah sehabis seharian kuliah. Bagi
saya PKL ini bukanlah sebagai beban ataupun semata karena ini merupakan tugas
dari universitas atau pun untuk mendapatkan nilai, bagi saya walaupun dengan
kenakalan mereka saya merasa senang dapat berbagi waktu bersama-sama dengan
mereka. Berbagi tawa canda dan melakukan berbagai kegiatan dan bermain bersama.
Sekarang saya hanya dapat berharap dengan kedatangan saya bersama dengan
teman-teman saya kesana, dapat meninggalkan bekas yang indah, dapat bermanfaat
bagi anak-anak, dan membawa hal baru yang positif bagi anak-anak di sanggar.
Dari kebersamaan dengan mereka,
mereka dalam hal ini bukan hanya anak-anak yang ada di sanggar tetapi juga para
relawan, sukarelawan maupun pengurus dan Romo yang bersedia menyediakan waktu
untuk saling berbagi waktu bersama dengan kami untuk mengisi kegiatan di sanggar
Merah Merdeka ini. Saya mendapatkan beberapa makna penting dalam kehidupan ini
dari mereka semua. Tapi sebelum saya menyebut sebuah kata sebagai ungkapan
makna yang saya dapatkan, awalnya saya pernah berpikir sejenak dalam benak saya
saat sedang bersantai dirumah, “apa alasan mendasar mereka (para relawan,
sukarelawan maupun pengurus yang ada di SMM ini) mau berbagi waktu untuk sanggar
ini”, padahal mereka bisa saja menghabiskan waktu mereka untuk hal-hal lain,
mungkin untuk pekerjaan, untuk berkumpul bersama keluarga, ataupun hal lainnya.
Tetapi sekarang setelah 4 minggu terakhir ini setelah saya sempat berbincang
bersama dengan mereka, saya menyadari bahwa ini semua, hidup ini penuh dengan
pilihan dan kita perlu memilih diantara berbagai macam pilihan di dunia ini.
Dan bagi mereka, mereka telah komit untuk memilih berpartisipasi dalam mengurus
maupun menjadi sukarelawan dan relawan di sanggar Merah Merdeka ini. Bagi saya
ini hampir mirip sebagai sebuah panggilan dari suara hati dari mereka
masing-masing individu. Bagi saya untuk mengambil komitmen dalam kehidupan ini
tidaklah mudah, terkadang kita perlu peduli terlebih dahulu, dan setelah kita
peduli maka kita dapat meletakkan komitmen kita itu kepada apa yang kita telah
pedulikan. Dan saya dapat melihat mereka berhasil dalam mewujudkan dan
melakukan hal itu terlihat dari antusiasnya mereka saat berhadapan dengan
anak-anak di lapangan.
Bertemu dan berhadapan dengan
anak-anak di sanggar awalnya tidaklah mudah, perlu proses pengenalan terlebih
dahulu bersama dengan anak-anak yang ada. Saat pertama kali bertemu dengan mereka,
saya beranggapan “Akankah saya dapat mengenal mereka lebih jauh dan bersedia
untuk menerima kami dalam komunitas mereka”. Tetapi setelah 2 minggu menjalani PKL
untuk bertemu dan bersama dengan mereka, saya pun mulai merasa nyaman dan akrab
bersama dengan mereka, melakukan berbagai kegiatan dan bermain bersama dengan
anak-anak di sanggar.
Setelah 4 minggu bersama dan telah
beberapa kali bertemu dan bersama dengan anak-anak di sanggar, saya dapat
menemukan dan menyadari beberapa hal “saya melihat mereka dalam berbagai suku,
ras, agama maupun adat yang berbeda-beda”. Namun perbedaan tersebut tidaklah
menjadi masalah bagi mereka atau pun membuat mereka ribut akan hal itu. Mereka
tetap bersama tanpa ada yang membeda-bedakan dan tidak pernah mempermasalahkan
hal itu. Dalam hal inilah saya dapat menemukan citra Allah dalam diri
anak-anak. Seperti yang saya dapatkan dari anak-anak di sanggar, mereka tidak
memikirkan kebersamaan mereka harus bersama dengan teman-teman yang misalnya
beragama sama atau pun beradatkan sama dengan mereka. Tetapi mereka merasakan
bahwa mereka semua satu yaitu ciptaan Allah, yang semestinya saling mengasihi,
saling menghormati dan menghargai satu dengan yang lainnya. Inilah yang membuat
saya menyadari terkadang sering kali kami tidak sengaja membeda-bedakan dan
mempermasalahkan hal ini dalam kehidupan kita sehari-hari tanpa kita sadari.
Tetapi semoga dengan adanya penyadaran ini saya dan teman-teman saya dapat
menerapkan makna indah ini ke dalam kehidupan saya dan teman-teman saya di
dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya dijadikan sebagai teori indah dalam
kehidupan saja.
Oleh
: Abelia Tamara
(Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya)
Dimuat dalam buletin Fides et Actio edisi Juni, No.60
thn 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar