Suatu hari aku bertemu dengan
seorang adik kelas. Dulu kami cukup akrab sebab sering kerja sama dalam
melakukan tugas dan pernah pada suatu kepengurusan organisasi aku menjadi ketua
dan dia menjadi wakil. Karena kami sama-sama dari Jawa Timur maka kami punya
kebiasaan untuk memanggil nama dan menggunakan kata ganti “kamu” atau “aku”.
Beberapa tahun aku tidak pernah kontak dengannya. Aku dengar dia sudah
menduduki sebuah jabatan. Maka ketika bertemu dengannya aku memanggil namanya
tanpa embel-embel jabatan yang disandangnya. Aku juga tetap menggunakan kata
ganti “kamu” dan “aku”. Betapa terkejutnya aku ketika dia menjadi tersinggung
dengan caraku memanggil. Dia memberikan teguran keras.
Sesaat aku tertegun mendengar
teguran itu. Padahal aku bertemu pribadi. Tidak ada orang diantara kami,
sehingga aku berpikir tidak perlu berbasa basi. Tapi ternyata pertemuan
pribadipun aku harus tetap menyebutnya dengan jabatan dan statusnya. Seandainya
aku menyebut namanya dan memakai kata ganti “kamu” dan “aku” di depan publik,
mungkin teguran itu bisa dipahami olehku. Bagaimanapun juga aku harus
menghormatinya di depan umum. Tapi dalam pertemuan pribadi pun hal itu tidak
bisa. Betapa hebatnya pengaruh sebuah jabatan pada dirinya.
Memang tidak semua orang
mengagungkan sebuah jabatan. Ada orang yang tetap sederhana setelah menjadi
pejabat. Dia masih dapat akrab dengan teman-temannya tanpa harus menunjukkan
jabatannya. Seorang teman yang sudah menduduki jabatan pernah sharing padaku.
Setelah dilantik menjadi pejabat dia pulang ke rumah. Ternyata di rumah dia
disuruh mencarikan makanan ternak oleh orang tuanya. Dia pun tertawa mendengar
permintaan itu. Tapi orang semacam temanku juga sangat banyak. Mereka menjadi
berubah setelah menduduki sebuah jabatan. Semua orang harus hormat padanya.
Jabatan membuat dirinya menjadi manusia baru yang berbeda dari dirinya yang
dulu. Manusia yang harus diletakkan pada posisinya.
Jabatan adalah sebuah tempelan
yang sementara. Saat ini menjadi presiden beberapa tahun kemudian sudah bukan
presiden lagi. Tidak ada jabatan kekal. Lalu buat apa mengagungkan sesuatu yang
tidak kekal? Ketika menjadi pejabat mungkin dia akan dihormati, setelah jabatan
itu hilang maka dia akan menjadi biasa lagi yang mungkin tidak akan dihormati
bahkan dilupakan orang. Dia hanya akan disebut “mantan”. Jabatan bukanlah untuk
kebanggaan diri melainkan sebuah tanggungjawab. Semakin tinggi dia memegang
jabatan semakin besar tanggungjawab yang harus ditanggung. Penghormatan akan
diberikan oleh orang bila dia dapat melakukan tanggungjawabnya dengan benar.
Penghormatan itu akan datang sendiri tanpa harus ada pemaksaan. Seorang
pahlawan dihormati oleh banyak orang bukan karena dia seorang kopral atau
jendral tapi karena dia berani mempertaruhkan hidupnya untuk sebuah kebenaran.
Yesus mengkritik para Farisi
sebab mereka suka mencari penghormatan. “..mereka suka menerima penghormatan di
pasar dan suka dipanggil Rabi.” (Mat 23:7) Kita diingatkan agar tidak berusaha
mencari penghormatan, sebab penghormatan dapat menjadi penghalang persahabatan.
Tanpa sadar temanku sudah membangun benteng diantara kami. Formalitas yang
dituntut membuat hubungan kami kehilangan sentuhan pribadi. Yesus menyebut
Allah sebagai Bapa untuk menghilangkan jurang yang dalam antara manusia dengan
penciptanya. Umat Israel menyebu Allah dengan sebutan YHWH. Bagi mereka Allah
adalah yang Maha sehingga tidak ada nama yang mampu mewadahiNya. Allah sangat
jauh dan tidak tersentuh. Melihatpun akan mati. Hubungan manusia dengan Allah
berdasarkan ketaatan dan formalitas. Yesus mengubah semua itu. Dia mengajarkan
Allah sebagai Bapa. Figur yang dekat dan memiliki relasi personal dengan
manusia. Bila hubungan manusia dengan Allah yang Maha saja diusahakan menjadi
dekat mengapa hubungan manusia dijauhkan karena jabatan? Sebetulnya dengan
menghilangan relasi personal orang akan menjadi kering. Dia tidak lagi
merasakan kedekatan dan kehangatan pribadi sebab semua menjadi resmi dan kaku.
Oleh : Rm. Yohanes Gani Sukarsono CM
Dimuat dalam buletin Fides Et Actio edisi No.66, Desember 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar