Sejak kecil aku suka mendengarkan musik dari berbagai jenis
alirang musik. Sampai sekarang aku juga masih suka mendengarkan musik mulai
dari musik klasik seperti Mozart sampai Bon Jovi, Beatles, Puff Daddy, Enya dan
BB King. Bagiku asal enak didengar dan syairnya bagus maka aku senang
mendengarkannya. Tetapi jangan harap aku bernyanyi sebab kata teman-temanku
jangankan menyanyi, menguap pun aku sudah fals. Memang aku tidak suka
bernyanyi. Paling hanya rengeng-rengeng saja. Aku tidak bisa bernyanyi.
Dulu waktu masih frater, saat semua frater latihan koor, maka aku
dilatih sendiri oleh rektor seminari untuk mengenal not. Beliau berharap agar
aku dapat membaca not. Beliau selalu mengatakan bahwa seorang imam harus bisa
bernyanyi. Aku sering protes pendapat itu. Tetapi demi ketaatan aku mau tidak
mau harus berlatih. Kalau mau tugas mazmur, sebagai kewajiban para seminaris,
maka beberapa hari harus dilatih khusus. Beberapa teman pun ikut cemas kalau
aku tugas mazmur. Cemas aku salah. Pernah ada teman yang mengatakan bahwa aku
pengikut aliran jazz sebab banyak improvisasinya. Untuk mengatakan aku ngawur
dalam menyanyikan mazmur.
Saat jadi imam baru aku disuruh oleh romo paroki untuk menyanyikan
exultet. Aku sudah mengatakan bahwa aku tidak bisa bernyanyi tetapi pastor
paroki memaksa. Selama beberapa hari aku berlatih atas bimbingan seorang romo
Belanda yang sangat hebat. Setelah misa Paskah ada seorang mudika
menghampiriku. Dia bertanya apakah aku capek? Aku jawab tidak. Dia bilang kalau
aku capek maka untuk nyanyi exultet bisa diserahkan kepada awam saja. Aku tahu
maksudnya bahwa lain kali aku tidak perlu nyanyi saja, sebab kacau balau.
Kurasa semua organis di paroki tempatku dulu tahu bahwa aku tidak bisa
bernyanyi, maka tidak ada yang membunyikan organ bila aku mengangkat lagu
prefasi atau lagu yang lain. Akan jadi kacau balau.
Aku juga tidak bisa bermain musik, meski belajar beberapa kali.
Dulu pernah aku belajar bermain biola tetapi baru saja menggesek, seorang kakak
kelas berteriak agar aku berhenti sebab penjual arum manis jauh lebih hebat.
Saat novisiat di rumah novisiat ada piano, aku belajar lagu twinkle-twinkle
little star. Seorang teman mengatakan bahwa aku hebat sehingga semua tikus lari
ketakutan. Aku akhirnya menyerah. Menyanyi dan bermain musik bukanlah bidangku.
Cukup mendengarkan saja. Kalau terpaksa ikut koor maka hanya berdiri saja. Aku
kuatir merusak koor, sebab pernah seorang mengatakan suaraku itu campuran
antara alto, bas, tenor dan sopran. Aku hanya ketawa saja sebab memang suaraku
hancur.
Tinggal di Menukung, dimana semua harus dilakukan sendiri, maka
aku juga berusaha mengajar anak bernyanyi mazmur dan melatih koor. Untuk
melatih kepercayaan diri anak-anak maka aku beberapa kali meminta beberapa anak
bernyanyi pada saat setelah komuni. Mereka bernyanyi dan aku main gitar. Bukan
tiba-tiba aku bisa bermain gitar. Anak-anak senang bila aku yang mengiringinya.
Maka aku harus mencari lagu yang mudah lalu cari chord gitarnya sehingga aku
bisa memainkan gitarnya. Suara anak-anak harus sesuai dengan chord gitar yang
kudapat di google. Jadi bukan musik menyesuaikan dengan suara penyanyi tetapi
suara penyanyi menyesuaikan dengan musiknya. Aku hanya ingin membuat anak-anak
senang dan bangga. Anak-anak senang dan bangga bila mendapat tepukan tangan dari
umat yang mengikuti misa. Aku bahagia bila melihat mereka bahagia.
Jika aku menceritakan hal ini pada beberapa teman-teman yang
mengenalku dengan baik mereka pasti akan tertawa. Bagaimana mungkin aku
mengajari anak-anak mazmur dan koor? Bagaimana mungkin aku mengiringi mereka
bernyanyi? Bagiku itulah hebatnya cinta. Jika kita mencintai maka kita akan
berusaha melakukan yang terbaik untuk orang yang kita cintai. Kita akan
melakukan hal-hal yang jauh dari perkiraan kita. Aku yang tidak bisa bernyanyi
dan bermain musik karena mencintai anak-anak dan berpikir bagaimana berusaha
membuat mereka bahagia dan berkembang maka aku berusaha untuk bisa bermain
gitar meski harus belajar dari nol. Harus membuka internet untuk mencari chord
lagu dan kunci-kunci gitar. Aku hanya meneguhkan dalam diriku, jika Luca
Stricagnoli mampu memainkan beberapa alat musik sekaligus mengapa aku satu alat
musik saja tidak bisa? Aku senantiasa teringat perkataan ibu Teresa dari
Kalkuta, lakukan hal kecil dengan cinta yang besar. Perkataan ini sangat
meneguhkan. Tidak perlu melakukan hal besar. Atau menjadi gitaris handal
seperti Andres Segovia atau Isaac Albeniz atau Igor Presnyakov atau Sungha Jung
atau Slash. Bagiku bisa genjrang genjreng saja asal dengan cinta yang besar
agar anak-anak bahagia dan tumbuh kepercayaan dirinya, itu sudah cukup.
Oleh : Rm. Yohanes Gani CM
Dimuat dalam buletin Fides Et
Actio edisi No.74, Agustus 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar