Sore itu, matahari mulai terbenam perlahan di sisi barat. Ayam
tengah berbaris menuju kandangnya. Gerobak nasi goreng lengkap dengan nasi
putih, bumbu, sayur, kompor dan wajan sudah siap menyambut pembeli.
Ahmadi (35) yang saban malam bergelut dengan panasnya wajan segera
bergegas menggunakan celana selepas sholat magrib. Tak lama kemudian ia
mendorong gerobak nasi goreng menyusuri jalan-jalan di Bendul Merisi Wonokromo
Surabaya.
Bermodalkan suara, ia memanggil konsumen sepanjang jalan yang ia
lalui dengan kata "nasi goreng" hingga berkali-kali.
Ahmadi adalah pria kelahiran Blega Bangkalan Madura Jawa timur.
Sebelum jualan nasi goreng ia pernah bekerja di pabrik Mebel Mahameru Tropodo
Waru selama 5 tahun. Karena perusahaan lagi sepi dia di PHK pada tahun 2012.
Lantas ia dapat pesangon 3 juta.
Setelah di PHK, ia menjadi penjual sabuk di pasar malam Albatos
Sedati dan itu hanya bertahan selama 3 tahun. Berhubung dari hari ke hari
pembeli sepi, ia memutuskan berhenti berjualan sabuk.
Paska jualan sabuk ia diajak iparnya berjualan nasi goreng. Ia diminta bantu dorong gerobak dan bungkus nasi.
Ketika bantu iparnya jualan, saat lapar dia disuruh masak nasi
goreng sekaligus diajari cara meracik bumbu dan garam. Setiap malam saya harus
memasak nasi goreng sendiri kalau perut sudah berbunyi, ujarnya.
Setiap orang sebenarnya bisa buat nasi goreng. Bahan nasi goreng
yaitu nasi putih dicampur sambal, kecap dan garam. Kadang di tambah daging
ayam, telur atau sayur.
Supaya masak nasi goreng enak maka tidak boleh banyak-banyak,
maksimal hanya 4 piring. Kalau lebih dijamin kurang enak, karena susah campur
antara bumbu dan nasi.
Ahmadi baru 2 bulan berjualan nasi goreng. Ia tak pernah merasa
malu dan takut meskipun tanpa iparnya. Ia hanya merasa sedih saat hujan tiba.
Kalau sudah hujan tiba sisa nasi banyak, iya terpaksa saya kasih ayam.
Pungkasnya
Saya satu keluarga profesinya usaha kuliner nasi goreng mulai dari
mertua hingga ipar. Ketika berkeluarga saya diwarisi gerobak nasi goreng lengkap
dengan wajan dan kompor, ucapnya sambil tersenyum.
Baginya hidup harus di sukuri. Walaupun ia hanya diwarisi gerobak
nasi goreng dan ilmu memasak nasi goreng yang enak.
Oleh : Mahrawi
Dimuat
dalam buletin Fides Et Actio edisi No.84, Juni 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar