Bro
Diaz, nama yang kerap ia dengungkan kepada orang-orang yang baru berkenalan dengannya,
memiliki followers sebanyak 4.255 orang.
Bagi seorang lajang sepertinya fakta demikian merupakan hal yang membanggakan
di era yang serba digital. Apalagi sosok satu ini bukanlah seorang publik
figur. Bahkan profesi putra dari seorang pensiunan pelaut dan perawat ini hanya
sebagai guru ekstrakurikuler pencinta alam di salah satu sekolah swasta yang
ada di Surabaya. Meski demikian, menekuni pekerjaan semacam itu tak membuat semangat
hidupnya luntur.
Berbagai
momen suka maupun duka tetap ia jalani sepenuh hati sejak tahun 2008. Mulai kebersamaan
naik gunung bersama anak didiknya, mengeksplorasi kondisi bawah laut, minimnya
siswa peminat ekstrakurikuler pencinta alam, upah yang sederhana, hingga
pengajuan proposal kegiatan yang terkadang belum mendapat persetujuan dari
pemegang kebijakan, dan masih banyak suka duka lainnya.
Sehari-hari
Victor Fransiscus Diaz lebih sering menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah
kerja Yayasan Kasih Bangsa Surabaya (YKBS). Mulai dari makan, mandi, tidur, mengerjakan
permintaan karya seni, serta aktivitas-aktivitas harian lainnya.
Lantas
dengan kenyataan di paragraf sebelumnya, apakah ia tak memiliki rumah tinggal
pribadi? Tentu ada. Ricky, begitu nama panggilan dari keluarga besarnya, mempunyai
rumah yang terletak di wilayah Surabaya Barat. Lalu mengapa ia kerap tidur “di
luar” rumahnya sendiri? Hingga tulisan ini diketik hal tersebut belum terkuak
jelas dan masih menjadi sebuah misteri. Namun hal itu bukan soal utama.
Justru
kisah pertemuan Ricky dan YKBSlah yang menarik perhatian penulis.
Siapa
yang menyangka jika keduanya dipertemukan oleh Sang Pencipta satu dasawarsa
yang lalu, tepatnya 5 Desember 2010. Kisah mereka berawal dari sebuah tawaran seorang
kawan yang mengajak untuk bergabung menjadi seorang relawan di YKBS. Adapun momen
yang menjadi jembatan antara kedua belah pihak ialah, upaya penanganan bantuan
untuk korban bencana erupsi Gunung Merapi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sontak, tanpa pikir panjang Bro Diaz menyambut dengan antusias kesempatan
langka itu. Modalnya pun cuma naluri sosial, sama seperti relawan-relawan lainnya.
Namun siapa sangka, pasca bencana yang telah merenggut ratusan nyawa itu
membuat hubungan keduanya menjadi lebih intensif.
Ketika
ditanya oleh penulis mulai kapan relasinya dengan YKBS semakin intensif, sulung
dari tiga bersaudara ini tak bisa menyebutkan waktu yang pasti. Seingatnya pada
tahun 2011 ia ditawari salah seorang karyawan YKBS untuk menghidupkan kembali buletin
bulanan. Dengan berbekal pengalaman dan bakat sebagai seorang desainer grafis ia
pun menyanggupi tawaran tersebut. Apakah hasil karya rancangannya mendapat
apresiasi? Tentunya ada. Bentuknya seperti apa dan bagaimana, itu adalah rahasia
dapur dari keduanya.
Terus,
mengapa kolaborasi antara mereka tetap langgeng hingga tengah tahun 2020? Bisa jadi
seiring berjalannya waktu, naluri sosial milik Bro Diaz dengan visi misi YKBS memang
klop dan berjodoh.
Sudah
ya, sementara cukup itu dulu. Karena penulis bukan seorang kuli tinta, untuk kisah
lengkapnya langsung tanyakan saja kepada kedua pihak. Bisa melalui Instagram @victofdiaz
atau via kunjungan ke rumah kerja YKBS, tepatnya di Jalan Kinibalu No. 41
Surabaya.
Oleh :
Agus Eko Kristanto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar