Ini memang hal yang inik dalam
hidpku dan tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Seperti biasa setiap pagi bila
ke kantor aku selalu melewati perempatan lampu merah dekat kantorku. Disitu ada
2 anak penjual koran. Yang 1 menjual tabloid yang 1 menjual Jawa Post. Seperti
biasa mereka selalu menghampiriku. Karena sudah cukup akrab dengan mereka aku
selalu menyiapkan uang untuk membeli koran mereka secara bergantian. Kadang
kala kalau ada kue di rumah kubawakan untuk sarapan mereka.
Suatu hari ada pengemis kecil
menghampiriku. Kuberi saja uang receh, tapi entah kenapa aku ingin mamanggil
anak itu. Maka setelah kuberi uang, sepeda aku pinggirkan dan aku bicara dengan
pengemis kecil itu. Eee… namamu siapa? Kenapa mengemis? Kamu ngemis buat apa?
Dia menjawab, “nama saya Toing. Saya ngemis untuk bayar uang sekolah”. Langsung
kujawab,”mulai besok kamu jangan ngemis ya, kamu jualan koran aja seperti
temanmu itu nanti aku yang beli”. Eee.. anak itu menurut. Lucunya besok dia
sudah jadi pedagang koran memenuhi permintaanku. Jadi sekarang di lampu merah
itu ada 3 anak penjual koran. Karena itu aku tidak mungkin membeli pada mereka
bertiga tiap hari. Maka kukerahkan teman-teman kantorku untuk membeli
koran-koran dan tabloid mereka, sehingga mereka dapat pemasukan rutin.
Entah kenapa tiba-tiba aku
ingin sekali mengangkat mereka bertiga menjadi anakku. Kupanggil mereka dan
kuutarakan maksudku, mereka sangat senang. Mereka semua sekolah di SD Muslim
swasta yang tidak murah uang sekolahnya. Sejak saat itu semua keperluan sekolah
mereka aku yang menanggung. Uang sekolah, buku-buku, daftar ulang. 1 anak kelas
2 SD, 1 anak kelas 3 SD dan 1 anak kelas 4 SD dan aku senang karena ternyata
mereka bertiga masih saudara sepupu. Karena mereka muslim, maka bila Idul Fitri
aku juga menyiapkan baju-baju baru untuk mereka.
Sebetulnya rumit merawat
mereka. Aku punya 2 anak SMP dan SMA. Sekarang ditambah 3 anak SD. Jadi anakku
semua 5 laki-laki. Gajiku kecil, juga gaji suamiku, tapi entah kenapa aku ingin
sekali mengentaskan mereka. Mereka bukan anak nakal, mereka santun dan sangat
mencintaiku. Pernah aku tidak lewat lampu merah 4 hari karena sakit dan
ternyata mereka mencariku dikantor tanya ibunya kenapa gak pernah kelihatan
lagi. Itu cerita satpam kantorku dan membuatku terharu.
Dengan jatuh bangun aku
merawat mereka. Dalam segala kesesakanku membiayai mereka selalu ada saja dewa
penolong sehingga semua lancar-lancar saja. Mereka tetap berjualan koran sambil
sekolah. Aku mendampingi mereka sampai mereka memasuki sekolah SMK. Tidak
sedikit biaya mereka, tapi puji Tuhan semua terpenuhi. 2 anak lulus SMK, hanya
si Toing tidak mau sekolah, hanya SMP karena memang tidak begitu cerdas.
Dengan berjalannya waktu aku
juga masih harus membiayai anakku SMA dan kuliah. Semuanya membuatku lelah tapi
aku selalu bahagia, karena suamiku sangat mendukungku.
Tahun berganti tahun, sejak
mereka lulus SMK mereka tidak lagi berjualan koran dan aku juga tidak pernah
mendengar lagi anak-anakku. Mereka seperti lenyap ditelan bumi, tapi aku tidak
pernah menyesal atas segala yang pernah kukerjakan. Aku hanya bisa berdoa
semoga mereka menjadi anak-anak yang baik, mengingat rumah mereka berada di
tempat yang rentan dengan kejahatan.
Tahun 2008 aku pensiun,
praktis aku jarang melewati lampu merah itu lagi. Tapi aku bersyukur. Pernah
aku lewat ternyata tidak ada lagi anak-anak kecil berjualan koran disitu karena
memang dulu ketiga anak itu penguasa lampu merah itu.
Suatu malam tak pernah kuduga
di tahun 2011. Hujan gerimis aku akan menutup pintu rumah ternyata di depan
pagar ada tamu. Ada 3 anak ganteng sudah tinggi besar, membawa sepeda motor
honda sangat bagus dan baru, membawa HP sangat bagus (Hpku aja jadul heee..).
mereka menatapku, mencium tanganku.
Ternyata mereka semua sudah
bekerja mapan bahkan ada 1 orang yang sudah menikah. Sungguh aku sangat
bahagia. Sekarang aku bisa kontak dengan mereka, karena mereka meninggalkan no.
HP padaku.
Tuhan sungguh berkarya dalam
banyak hal. Kadangkala aku melamun dan berpikir andai saja di Surabaya ini ada
1 keluarga mau menjadi orang tua asuh bagi 1 anak jalanan, ya mungkin tidak
akan ada anak-anak jalanan di Surabaya heeeee… Terima kasih Tuhan atas
semuanya.
Surabaya, 28 April 2012
Nama penulis ada pada redaksi.
Dimuat dalam buletin Fides Et Actio edisi no.24 bulan Juni 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar