“Kapan nih mau main-main di sanggar?”, pesan singkat dari teman baru saya
yang selalu rajin ingin mengenalkan sanggarnya.
“Saya mau, tapi maaf belum
sempat, tau sendiri kegiatanku full
(penuh) terus setiap hari”, jawabku dengan sedikit rasa sungkan.
“Gampang, asal ada waktu
mampirlah, membantu mengajar disini,
kan kamu guru, selalu ditunggu di sanggar.” pesan singkat itu beberapa kali
muncul di smsku.
Suatu hari….
“Mas Jo, masuk ke sanggar
lewat mana? Saya sudah di depan RSAL”, kutelepon Mas Jo yang kedengarannya
memang sedikit repot.
“Nanti kalo dijelaskan bingung, sudah tunggu aja disitu, tak jemput”,
jawab Mas Jo singkat.
(Pengalamanku awal September
2011)
Itulah
singkat cerita pertama kali saya datang ke Sanggar Merah Merdeka dan langsung
“jatuh cinta” pada suasana yang menyenangkan di sana. Baru berdiri di pintu
pagar, saya langsung kaget, seketika anak-anak berlari menghampiri langsung
memberikan tangan untuk bersalaman. Kenangan indah yang tidak pernah hilang
dari ingatanku. Sebagai orang baru yang memang pertama kali datang ke sanggar,
anak-anak langsung datang menghampiri dan menyapa dengan ramahnya. Kehangatan
yang membuatku sedikit menitikkan air mata.
Saya melihat
anak-anak yang serius mendengarkan kakak pengajar
yang tak kalah serius juga dalam menjelaskan pelajaran yang mereka tanyakan.
Meski tampak lelah, anak-anak ini masih tetap semangat belajar.
Pendirian sanggar yang didasari oleh hak-hak anak ini
menjalankan kehidupannya sesuai dengan keinginan anak-anak. Anak-anak
sendirilah yang menyarankan ada kegiatan drama, menari, “klothek’an” (bermain musik dengan alat-alat sederhana seperti
panci, botol bekas, dan sebagainya), dan sebagainya. Setelah muncul ide seperti
ini, dibicarakan secara bersama-sama, apakah semua anak mau menerima kegiatan
yang diusulkan oleh teman-teman mereka. Semua hal yang akan dilsayakan atau
diadakan di sanggar harus diputuskan secara bersama oleh anak-anak. Pembina
tidak pernah mengarahkan apa yang harus dilsayakan, tapi mengembalikan semua
kepada anak-anak agar mereka yang mengambil keputusan agar anak-anak bisa
belajar bertanggung jawab pada keputusan mereka sendiri.
Kebersamaan dan kehangatan tulus oleh anak-anak sanggar
membuatku rindu untuk hadir disamping mereka. Canda tawa serta pelukan yang mereka
berikan juga menjadi sumber semangat saya untuk selalu berkegiatan bersama
anak-anak Sanggar Merah Merdeka.
(HILDA Yunita Wono)
Dimuat
dalam buletin Fides edisi no.37, Juli 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar