Selamat datang di blog kami! Selamat menikmati aktivitas yang kami tuangkan dalam bentuk tulisan. Bila ada pertanyaan seputar aktivitas kami, silakan kirim ke alamat email kami: sekretkasihbangsa@gmail.com. Kunjungi pula situs kami di https://ykbs.or.id - Terima kasih...

Selasa, 24 Maret 2015

BIARKAN ANAK-ANAK BEREKSPRESI



Rencananya  malam ini aku ikut serta teman-teman seperjuangan untuk merayakan Natal bersama di Kinibalu. Tetapi tiba-tiba aku dengar suara tawa yang tak begitu asing oleh telingaku. Benar saja. Ada Rinjani Nazwa dan Dyah, anak-anak dampinganku, yang selama ini datang belajar di Sanggar. Aku kira mereka datang hanya untuk bermain-main saja. Awalnya aku ingin meliburkan mereka tetapi niat itu aku urungkan setelah mendengar keluh kesah mereka.

Mereka menyodorkan buku tugas yang diberikan gurunya tadi pagi. Dalam buku tugas tersebut disebutkan bahwa mereka diminta membuat karangan, berlatih membuat drama, mengerjakan soal IPS 50 nomer, dan soal Matematika 40 nomer. Semua harus diselesaikan dalam satu malam itu juga. Hemm, rasanya tidak terima dengan arogansi guru yang memberikan tugas begitu banyak dan harus beres dalam satu malam. Tugas di hari pertama mereka masuk sekolah, seakan-akan untuk mengejar suatu target materi harus selesai.
Aku tidak keberatan dan setuju dengan pekerjaan rumah yang diberikan guru mereka karena secara tidak langsung itu juga membantu mengasah otak mereka. Tetapi apa ya harus langsung begitu banyak tugas dibebankan dalam satu malam kepada mereka? Apakah hakekatnya sebagai anak-anak sekolah dan guru hanya terpasung pada mengerjakan tugas dan menyelesaikan materi saja? Apakah para guru sudah kehabisan ide dan makin kurang kreatif sehingga ujung-ujungnya anak didik hanya sekedar robot yang hanya mengejakan tugas?


Anak itu diciptakan Tuhan dengan berbagai minat dan bakat yang unik. Kita orang dewasa yang seringkali menghambat dan memasung keunikan yang ada pada anak-anak. Seharusnya sebagai orang dewasa apalagi yang berperan sebagai guru, berperan mengasah bakat dan minat anak-anak dengan berbagai macam permainan kreatif atau permainan tradisional. Banyak permainan tradisional mulai tidak diajarkan padahal dalam setiap permainan tradisional terkandung nilai-nilai moral seperti toleransi, gotong royong, kerjasama, kepekaan, rendah hati, dan banyak nilai lainnya. Dengan cara bermain atau menyisipkan permainan tradisional di dalam sebuah pendidikan secara tidak langsung kita telah ikut serta mempertahankan budaya Indonesia dan anak merasa lebih nyaman serta dihargai.

Anak tetaplah anak dan kita tidak bisa serta merta memaksakan kehendak kita pada mereka. Jangan sibukan mereka hanya dengan pelajaran sekolah. Berilah ruang gerak khusus pada mereka untuk mengembangkan bakat minatnya dan untuk melepaskan kejenuhan mereka.
 
*Nindi Andrianto*
Dimuat dalam buletin fides et Actio edisi no.57, Maret 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar