Rencananya
malam ini aku ikut serta teman-teman seperjuangan untuk merayakan Natal
bersama di Kinibalu. Tetapi tiba-tiba aku dengar suara tawa yang tak begitu
asing oleh telingaku. Benar saja. Ada Rinjani Nazwa dan Dyah, anak-anak
dampinganku, yang selama ini datang belajar di Sanggar. Aku kira mereka datang
hanya untuk bermain-main saja. Awalnya aku ingin meliburkan mereka tetapi niat
itu aku urungkan setelah mendengar keluh kesah mereka.
Mereka
menyodorkan buku tugas yang diberikan gurunya tadi pagi. Dalam buku tugas
tersebut disebutkan bahwa mereka diminta membuat karangan, berlatih membuat
drama, mengerjakan soal IPS 50 nomer, dan soal Matematika 40 nomer. Semua harus
diselesaikan dalam satu malam itu juga. Hemm, rasanya tidak terima dengan
arogansi guru yang memberikan tugas begitu banyak dan harus beres dalam satu
malam. Tugas di hari pertama mereka masuk sekolah, seakan-akan untuk mengejar
suatu target materi harus selesai.
Aku
tidak keberatan dan setuju dengan pekerjaan rumah yang diberikan guru mereka
karena secara tidak langsung itu juga membantu mengasah otak mereka. Tetapi apa
ya harus langsung begitu banyak tugas dibebankan dalam satu malam kepada
mereka? Apakah hakekatnya sebagai anak-anak sekolah dan guru hanya terpasung
pada mengerjakan tugas dan menyelesaikan materi saja? Apakah para guru sudah
kehabisan ide dan makin kurang kreatif sehingga ujung-ujungnya anak didik hanya
sekedar robot yang hanya mengejakan tugas?
Anak
itu diciptakan Tuhan dengan berbagai minat dan bakat yang unik. Kita orang
dewasa yang seringkali menghambat dan memasung keunikan yang ada pada
anak-anak. Seharusnya sebagai orang dewasa apalagi yang berperan sebagai guru,
berperan mengasah bakat dan minat anak-anak dengan berbagai macam permainan
kreatif atau permainan tradisional. Banyak permainan tradisional mulai tidak
diajarkan padahal dalam setiap permainan tradisional terkandung nilai-nilai
moral seperti toleransi, gotong royong, kerjasama, kepekaan, rendah hati, dan
banyak nilai lainnya. Dengan cara bermain atau menyisipkan permainan
tradisional di dalam sebuah pendidikan secara tidak langsung kita telah ikut
serta mempertahankan budaya Indonesia dan anak merasa lebih nyaman serta
dihargai.
Anak
tetaplah anak dan kita tidak bisa serta merta memaksakan kehendak kita pada
mereka. Jangan sibukan mereka hanya dengan pelajaran sekolah. Berilah ruang
gerak khusus pada mereka untuk mengembangkan bakat minatnya dan untuk
melepaskan kejenuhan mereka.
*Nindi Andrianto*
Dimuat dalam buletin fides et
Actio edisi no.57, Maret 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar