Beberapa waktu lalu aku
kebetulan melihat acara “Tolong” di RCTI. Dalam acara itu ditayangkan seorang
ibu penjual es di tepi jalan yang kedatangan seorang perempuan sambil
menggendong anak kecil. Dia mencari suaminya yang pergi sudah beberapa bulan.
Ibu penjual es ini siap menolong perempuan asing yang baru dikenalnya. Dia
bahkan bersedia menampungnya, meski dikatakan bahwa rumahnya kecil. Perempuan
asing itu lalu dipersilahkan untuk membantunya menjual es. Atas kebaikannya
pihak RCTI memberi ibu penjual es itu uang sebagai hadiah kebaikan hatinya.
Uang itu disambut dengan penuh suka cita dan haru. Dalam tangisnya ibu itu
mengatakan bahwa dia akan gunakan uang itu untuk melunasi uang sekolah anaknya
yang nunggak 3 bulan. Tapi diakhir episode itu ditayangkan bahwa ibu itu
menyisihkan hadiah yang diterimanya untuk sebuah panti asuhan.
Ibu penjual es ini seperti
sebuah oase di tengah padang gurun. Di tengah dunia yang makin egois dan orang
sibuk mengejar harta, ternyata masih ada orang miskin yang berani menampung
sesamanya yang kekurangan dan membagikan uang yang sangat dibutuhkan untuk
orang lain. Aku yakin bahwa ibu ini sangat membutuhkan uang itu, sebab anaknya
harus nunggak bayar sekolah. Tentu uang itu dapat digunakan untuk membeli
keperluan sekolah anaknya atau menambah modal usahanya atau membeli kebutuhan
hidupnya yang lain. Tapi dia mempunyai pertimbangan lain. Dia rela berbagi pada
panti asuhan. Tindakan ibu itu bagaikan sebuah cermin besar yang diletakkan di
hadapan banyak orang. Setiap hari kita disuguhi berita korupsi yang mencapai
angka fantastis dan tidak mampu dibayangkan oleh banyak orang. Para koruptor
pasti orang yang jauh lebih kaya dari ibu penjual es, tapi mereka masih merasa
kurang sehingga tega mencuri uang milik rakyat.
Kita semua memang membutuhkan
uang untuk hidup, tapi uang atau harta bukanlah satu-satunya hal yang dapat
membuat hidup lebih berarti. Ibu penjual es itu sangat butuh uang tapi dia tahu
bahwa masih ada yang lebih berarti daripada uang yaitu belas kasih. Belas kasih
hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang tidak serakah dan egois. Orang yang
memiliki kepedulian terhadap sesamanya. Kemilau harta sering membuat orang
serakah dan seolah harta itu dapat membuatnya bahagia. Akibatnya orang tega
mengkorupsi dana yang seharusnya menjadi hak kaum miskin. "Berjaga-jagalah
dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seorang
berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya
itu.” (Luk 12:15) Peringatan Yesus ini menunjukkan bahwa harta bukanlah
segalanya. Hidup kita tidak sepenuhnya tergantung dari harta yang kita miliki.
Banyak orang sering merasa
kurang. Ketika gajinya masih sejuta per bulan dia merasa kurang. Setelah
gajinya naik sampai 5 juta perbulan dia tetap merasa kurang. Rasa kurang ini
akan membuat orang tidak mampu melihat penderitaan sesamanya, sebab dia terus
melihat kekurangan pada dirinya. Tindakan belas kasih pada sesama dapat terjadi
bila orang merasa cukup dan bersyukur atas segala yang diterimanya. Ibu penjual
es itu pasti sangat kekurangan uang. Tapi keberaniannya menolong orang pasti
didasari bukan dari kekurangan yang dimiliki melainkan rasa syukur atas berkat
yang diterima sehingga dia melihat ada orang yang lebih membutuhkan. Dia lebih
bersyukur ketika mendapat rejeki mendadak. Rasa syukur ini membuatnya berani
berbagi.
Belas kasih dapat terjadi bila
kita percaya pada orang. Ibu penjual es itu percaya bahwa perempuan yang datang
padanya sungguh membutuhkan pertolongan. Sering kali kita curiga bila melihat
orang asing yang datang dan membutuhkan pertolongan. Melihat mereka dalam
pikiran kita langsung muncul aneka pikiran negatif. Dia penipu, akan mencuri
dan sebagainya. Aneka kecurigaan ini membuat kita enggan mengulurkan tangan.
Untuk itu kita perlu membebaskan diri dari aneka stigmata yang ditempelkan oleh
masyarakat dalam diri orang miskin. Kita melihatnya sebagai sahabat. Bila kita
melihat kaum miskin sebagai sahabat, maka kita akan mudah untuk berbagi
dengannya.
Oleh : Rm. Gani Sukarsono CM
Dimuat dalam buletin Fides et Actio edisi Desember No.42 thn 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar