Sore
ini kembali aku merasakan kalau ruang kerjaku mulai gelap dan hawa dingin mulai
datang. Yap, dugaanku benar, tak lama kemudian hujan deras turun di luar sana,
sambaran kilat dan gemuruh guntur pun ikut meriah mengiringi kedatangannya. Aku
pun menghela nafas dalam-dalam sambil membayangkan perjalanan pulang dari
kantor menuju ke kampus, haaah,, hujan-hujan lagi, ditambah hujan sore ini
lebih deras daripada sore-sore sebelumnya. “Selalu saja hujan datang saat sore
ketika aku harus berangkat ke lokasi kuliah” gerutuku dalam hati.
Akhirnya
aku beranjak dari kantor yang berlokasi di Jl. Banyu Urip menuju kampusku yang
jaraknya cukup jauh di Jl. Dr. Ir. H Soekarno mengendarai motor dengan memakai
mantel hujan. Dari perjalananku kulihat pemandangan kemacetan dan tak jarang
luapan air yang nampak. Raut wajah pengendara-pengendara lain pun kurang lebih
sama semua, tampak kusut, mungkin juga jengkel karena hujan deras ini. Ternyata
bukan hanya aku saja yang mengeluhkan hujan ini.
Di
tengah perjalanan nampak juga suatu pemandangan yang membuatku harus berpikir
ulang karena mengeluhkan keadaan ini. Terlihat sekelompok anak kecil nampak
begitu menikmati hujan deras ini sambil bermain dengan genangan air yang saat
ini tingginya mencapai setengah betis kaki orang dewasa. Berbeda sekali dengan
raut wajah yang kulihat kebanyakan, mereka sangat ceria dengan datangnya hujan.
Sejenak aku pun menjadi malu pada diri sendiri karena melihat hal itu,
bercampur dengan rasa bersalah karena telah menyalahkan hujan deras ini. Pikiranku
mulai lari kemana-mana. Mengapa mereka seceria itu? Apa yang telah mereka
lakukan, padahal sedang hujan deras seperti ini? Bagaimana bisa mereka tampak
bahagia saat kebanyakan orang disekitarku memasang raut wajah kusut karena
hujan dan banjir? Semua pertanyaan itu mulai berputar di kepala.
Hujan
deras, bagi kita orang dewasa sangat merepotkan, membuat sebal, dan apapun itu
pokoknya tidak mengenakkan. Tapi bagi anak kecil, hujan deras bisa menjadi
sumber keceriaan mereka. Sempat juga terpikir, saat panas kita mengeluh, diberi
hujan pun kita juga mengeluh. Sering kita melakukan pembelaan, karena hujan
datangnya tidak tepat, kenapa bukan datang saat kita sudah tidur saja, saat
kita sudah tidak melakukan aktivitas.
Kita
sebagai orang dewasa yang sudah mulai sibuk dengan segala aktivitas yang ada
menjadi tidak tahu lagi bagaimana cara menikmati hidup, bagaimana lagi cara
kita bersyukur. Ternyata anak kecil itu lebih hebat dari kita. Mereka tidak
kehilangan cara untuk menikmati hidup. Hujan deras pun mereka syukuri karena
bisa menjadi sumber keceriaan mereka. Oh, Tuhan, maafkanlah aku yang kurang
bisa mensyukuri apa yang telah Kau beri. Saat ini aku sungguh bersyukur karena
anak-anak kecil itu memberikan sebuah pelajaran bagiku. Pelajaran berharga
tentang bersyukur, tentang cara menikmati hidup yang dianugrahkan padaku ini.
Terimakasih adik-adik yang bermain hujan, terimakasih pula untuk hujan.
Oleh : Christianus
H. Winjaya
Dimuat dalam
buletin Fides Et Actio edisi no.69, Maret 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar