Langit sore tampak begitu cepat berlabuh. Lampu jalan menyala
menyongsong datangnya malam. Para pekerja bergegas untuk kembali kerumahnya.
Namun hal ini tidak bisa dirasakan oleh Judi (50), seorang sopir di salah satu
perusahaan. Judi ini terlihat payah, duduk di parkiran gereja, mengenakan baju
serba hitam dengan sebatang rokok ditangannya.
Sebagai seorang sopir, setiap hari Judi mendahului matahari
terbit, berangkat kerumah majikannya. Menyiapkan mobil, menghantar majikan
berangkat kantor, hingga menghantar pulang majikan sore hari bahkan bisa sampai
larut malam. Setelah itu baru ia menyapa keluarganya dengan senyuman.
Sebelum bekerja sebagai sopir, Judi menjadi seorang montir disalah
satu bengkel mobil. Berbekal keterampilan selama ia mengenyam pendidikan di STM
Negeri 1 Surabaya jurusan otomotif membuat ia merasa cocok dengan profesinya.
Namun situasi berkata lain. Tidak lama kemudian bengkel tempat ia bekerja
mengalami kebangkrutan. Ibarat sebuah perusahaan seluruh karyawannya di PHK.
Pada saat itulah bapak dengan tiga anak ini mengalami kebingungan. Disaat dia
harus menafkahi keluarga, membayar uang sekolah, bayar listrik dan uang belanja
untuk isteri. Pendapatan Judi tersendat. Tetapi dia tidak kehabisan cara, dia
mencoba melamar pekerjaan di beberapa tempat dan satupun tidak ada yang
berkenan menerimanya.
Selang waktu beberapa hari, dia ditawari untuk berkerja di bagian
teknisi komputer. Mau tidak mau dia harus menerima tawaran itu. Mengingat
kebutuhan keluarga semakin banyak. Bekerja sebagai teknisi komputer membuat dia
gelagapan, karena dia yang semula menjadi montir kini harus mengotak-atik
komputer. Ibarat seorang petani harus kerja kantoran. lantas bagaimana dia
mengatasi hal itu? “ segala sesuatu itu perlu terus –menerus dipelajari dan
dibiasakan , tidak ada kata “tidak bisa" untuk orang yang mau berjuang”,
kata –kata manis ini spontan keluar dari mulut Judi. Dia mulai nyaman bekerja
sebagai teknisi komputer, yang awalnya sempat gelagapan kini sudah mulai
terbiasa. Keluarganya pun hidup bahagia, anak-anak sekolah dengan semangat, dia
sangat mencintai mereka.
Hari demi hari ia lalui bersama keluarganya, dan tak terasa tahun
silih berganti. Harga-harga bahan pokok semakin meningkat, biaya untuk sekolah
juga naik. Biaya hidup tinggi, sedangkan gaji Judi tidak mengalami kenaikan.
Secara langsung gaji Judi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan. Sambil terus
melakukan pekerjaannya dia ditawari oleh seorang teman untuk bekerja sebagai
sopir perusahaan. “ Judi, kamu mau gak kerja jadi sopir dengan gaji sekian?” ,
cerita Judi sambil meniru gaya bicara temannya. Melihat gaji yang ditawarkan,
dan setelah menimbang-nimbang akhirnya Judi menyanggupi untuk bekerja di
perusahan tersebut. Gaji Judi saat ini cukup untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari, membiayai dua anak kuliah dan yang satu masih sekolah dasar. Akan
tetapi untuk menabung masih belum bisa. “ soal gaji ya..bagaimana cara kita
mengatur”, imbuhnya. Untungnya dia dulu ketika menjadi montir sempat belajar
otodidak menyetir mobil , sehinga dia langsung lancar dalam melakukan
pekerjaannya.
Menjadi kepala keluarga bukan sebuah hal yang mudah. Tanggung
jawab yang besar diemban. Memenuhi kebutuhan keluarga menjadi prioritas utama
baginya. Memang orang berkata “harta bukan hal yang utama”. Akan tetapi bagi Judi
harta segalanya, karena dengan harta dia belajar mengasihi keluarga. Wujud
cintanya ia cerminkan dengan kegigihannya dalam bekerja. Berjuang tanpa henti
demi anak dan isteri menjadi hal utama dihidupnya. Menjadi sopir perusahaan
adalah wujud cintanya kepada keluarga.
Oleh : Aden Nanda Alvino
Dimuat
dalam buletin Fides et Actio edisi no.80, Februari 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar