Jam di dinding menunjukkan pukul 7.50. Kurang 10 menit lagi,
kataku dalam hati. Seorang anak mengetuk pintu kamar sambil berteriak-teriak
seperti biasa. Aku tanya ada apa? Dia menjawab ada mereka yang mencari romo.
Lalu aku goda dengan mengulang kata mereka. Kebiasaan di asrama dan juga di
masyarakat adalah selalu menggunakan kata jamak. Jadi meski hanya satu orang
akan dikatakan mereka. Sulit sekali untuk mengubah kebiasaan ini. Maka aku
sering menggoda dengan mengulang kata “mereka” agar anak-anak ingat untuk
menggunakan kata ganti tunggal jika menyebut satu orang.
Di ruang tamu pastoran seorang ibu duduk di lantai. Memang ruang
tamu pastoran yang sempit tidak mempunyai meja kursi. Jadi semua tamu duduk di
lantai. Dengan berderai air mata ibu itu menceritakan anak gadisnya yang
berumur 6 tahun sakit.
“Sakit apa?” tanyaku.
“Kata dokter darah putihnya terlalu banyak. Sudah dua tahun dia
sakit sampai kurus ke kurus. Sudah saya bawa ke dokter juga ke dukun kampung.
Sudah potong ayam dan babi untuk selamatan. Tetapi tidak sembuh juga.”
“Leukimia?” kataku perlahan.
“Ya kata dokter itu sakitnya.”
“Lalu apa yang bisa saya bantu?”
“Tolong romo doakan agar dia sembuh.”
“Baik sekarang ibu ikut misa dulu.”
“Apa. Misa?”
“Sembahyang.” Jawabku. Disini biasanya orang menyebut sembahyang
untuk misa, ibadat dan sebagainya.
“Sekarang ada sembahyang?” tanyanya. Aku menghela nafas. Apakah
dia lupa kalau hari ini hari minggu pagi? Atau apakah dia bukan orang Katolik,
sehingga tidak tahu kalau hari minggu ada sembahyang?
“Ya ada. Ibu ke gereja sana, nanti anaknya saya doakan.”
Injil hari ini tentang Yesus yang menyembuhkan anak perempuan
seorang Kanaan. Saat Yesus sedang berjalan ada seorang perempuan Kanaan yang
berteriak-teriak minta belas kasihan agar Yesus menyembuhkan anak perempuannya
yang sakit. Tetapi Yesus tidak mempedulikannya. Baru sekali ini Yesus tidak
mempedulikan seorang yang datang mohon pertolongan padanya. Situasi semakin
parah ketika para murid meminta ijin pada Yesus untuk mengusir perempuan itu
yang dianggap mengganggu. Sekali lagi Yesus diluar dugaan, dengan menyatakan
bahwa Dia datang hanya untuk orang Israel. Beberapa kali Yesus menyembuhkan
orang bukan Yahudi bahkan saat ditegur oleh orang Farisi, Yesus lalu menegur
mereka dengan kisah Elia yang memberi makan janda Sarfat pada saat Israel
dilanda bencana kelaparan.
Sikap dan perkataan Yesus dalam peristiwa ini sungguh tidak biasa.
Tetapi perempuan Kanaan itu tidak goyah. Dia menerobos kerumunan para pengikut
Yesus lalu berlutut dihadapan Yesus dan memohon. Sekali lagi Yesus diluar
dugaan dengan berkata kasar. Tetapi perempuan Kanaan itu ternyata dapat
membalas argumen Yesus dengan baik. Dia memposisikan dirinya sebagai anjing
yang tidak meminta roti melainkan cukup remah-remahnya saja. Klimaks kisah ini
adalah pujian Yesus terhadap iman perempuan itu. Iman yang besar itu
menyembuhkan anaknya.
Sekarang apakah mujijat itu masih ada? Ibu ini tampaknya bukan
orang Katolik yang memohon agar anaknya dapat sembuh dari leukimia. Apakah
kisah dalam Injil yang dibaca pada hari minggu ini akan terulang? Aku jelas bukan
orang yang mampu membuat mujijat penyembuhan. Tetapi apakah Yesus tidak
mendengarkan doa ibu ini yang sangat berharap anaknya sembuh? Saat berkotbah
aku menjadi bingung. Apakah kotbah dapat menjawab situasi kongkrit yang
kuhadapi saat ini? Hanya Tuhan yang tahu apakah Dia akan menyembuhkan atau
tidak gadis kecil itu.
Oleh : Rm. Yohanes Gani CM
Dimuat
dalam buletin Fides Et Actio edisi no. 92, Februari thn. 2018.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar