Hari-hari di India tahun 1800an diwarnai dengan
kekerasan antar suku yang tidak pernah berujung. Bermula dari persinggungan
karena kedatangan perusahaan dagang Inggris. Perusahaan itu bernama East India Trading Company. Didirikan
pada September 1599, yang menandai kolonialisme awal di India. Perusahaan itu
berdiri sebagai tindakan atas kenaikan harga lada yang begitu tinggi. Pada
tahun 1600, Hak eksklusif diberikan Ratu Victoria pada perusahaan tersebut,
yaitu kebebasan untuk melakukan perdagangan di wilayah Semenanjung Harapan.
Kini wilayah Asia Tenggara dan sekitarnya.
Sifat keserakahan petinggi-petinggi perusahaan
yang telah mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri mengharuskannya turut
ikut campur pada politik lokal. Hasilnya perampasan tanah untuk kepentingan
pribadi, disertai dengan kekerasan pada suku-suku asli di wilayah India Utara,
tak dapat dihindari. Perusahaan telah menginjakan kakinya hampir di seluruh
India, dan menjadikan India wilayah yang menguntungan bagi laba. Karena
kegaduhan politik yang sering dibuat, pada 1858 Ratu Victoria mengambil alih
kepemilikan East India Trading Company dan namanya diganti
menjadi British Raj. Dalam bahasa
Hindi yang berarti “kekuasaan atau pemerintahan”.
Di wilayah perbatasan antara India dan
Afghanistan terdapat daerah pegunungan yang begitu Indah. Warna-warna hijau
bukitnya, tanah yang subur dan tanaman–tanaman yang bermekaran serta suku-suku
yang tinggal berdampingan. Perbatasan, bukanlah wilayah yang kecil tapi wilayah
Perbatasan ini ialah sebuah tanah yang cukup luas, terdiri atas beberapa desa,
maka itu disebut sebagai Provinsi Perbatasan. Meskipun ada beberapa suku yang
tinggal, semua suku adalah satu kaum, yakni kaum Pathan. Kaum yang tidak lepas
dari cengkraman penindasan wakil kemaharajaan Inggris. Inggris membagi
Perbatasan ke dalam dua wilayah untuk kepentingan strategis: Agency “pemerintah” di utara, serta
wilayah “bebas” di perbatasan barat tempat kaum Pathan tinggal. Bebas dengan
maksud lain, memerintah diri mereka sendiri atas dasar Pushtunwali, atau “hukum kaum Pathan”. ( Eknath Easwaran: 21,20)
Kaum Pathan, mulanya adalah kaum Muslim garis
keras. Kekerasan melekat dalam darah dan daging kaum Pathan. Tidak ada
penghinaan yang dapat diterima selagi balas dendam menjadi bagian dari tradisi.
Begitulah prinsip dari kaum pathan. Terkadang kekerasan antar tetangga, suku,
antar pribadi yang berujung pada kematian seseorang. (Eknath Easwaran: 115)
Aktivitas suku-suku di Perbatasan kadang
berladang, merawat ternak, ada pengrajin, pembuat tembikar dst. Strata sosial
masih di tentukan dari seberapa banyak dan luas tanah yang di miliki oleh satu
keluarga dalam suatu suku. Jika satu keluarga memiliki banyak tanah, keluarga
tersebut termasuk dalam golongan bangsawan. Suku-suku yang tidak memiliki tanah
menyimpan sungkan pada golongan
bangsawan. Salah satunya dengan menambahkan kata khan pada setiap nama bangsawan dan sanak cucunya. Khan sendiri dapat diartikan sebagai
gelar bagi orang tertentu di India.
Behram Khan seorang Muslim yang taat dan santun.
Sosok dari segilintir bangsawan yang dihormati di wilayahnya, desa Utmanzai,
Provinsi Perbatasan. Behram Khan Mempunyai seorang putra yang kelak menjadi
teladan bagi umat Muslim di India dan kaum Pathan khsusunya, yaitu Abdul
Ghaffar Khan. Ghaffar menjalani masa kecilnya tidak lepas dari pemandangan akan
kekerasan diantara kaumnya. Seperti perang perbatasan di musim panas 1897.
(Eknath Easwaran: 49)
Seperti pemuda pada umunya, Ghaffar menjalani
pendidikannya di salah satu sekolah misi kepunyaan Inggris. Edwards Memorial Mission High School, sekolah
yang dikelola oleh seorang Pendeta bernama E.F.E Wigram dan adiknya Dr. Wigram.
Di sekolah ini, Ghaffar mendapatkan pelajaran bahasa inggris, ilmu pengetahuan,
dst.
Ghaffar pernah berniat melanjutkan pendidikannya
di Inggris dan menyusul kakaknya Dr. Khan Saheb atas bujukan dari Wigram
bersaudara. Akan teteapi niatnya urung dilakukan karena Ibunya tidak menyetujui
cita-cita ini.
Bangkitnya
Jiwa Revolusioner Ghaffar Khan
Kegiatan Ghaffar setelah itu hanya bertani
membantu ayahnya. Pada usia dua puluh tahun, Ghaffar khan teringat akan
pendidikan dan kemurahan hati dari si Wigram bersaudara untuk menyejahterakan
kaumnya dengan pendidikan. Ghaffar pun ikut merenenungkan hal ini. Kemiskinan,
kekerasan, kelaparan yang akrab dimata Ghaffar membuatnya jiwanya tergugah
untuk melakukan sesuatu bagi kaumnya. Dengan bekal kemampuan menulis, membaca
dan bertani, pada tahun 1910 Ghaffar Khan mendirikan sekolahnya yang pertama di
Utmanzai.
Sebelum Ghaffar Khan, Haji Abdul Wahid Saheb,
seorang reformis sosial muslim pertama di daerah perbatasan, telah berkeliling
ke desa-desa sekitar Utmanzai dan memberikan pendidikan tentang keagamaan.
Merekrut banyak sukarelawan muda yang siap bekerja bagi sesamanya. Sekolah
Ghaffar Khan di Utmanzai, menimbulkan ketertarikan pada Haji Saheb. Mereka bertemu
di desa Mardan. Haji Shaheb meminta bantuan Ghaffar Khan untuk mendirikan
sekolah bagi anak laki-laki yang lebih tua di Gaddai, sebelah utara. Khan
mengiyakan. (Eknath Easwaran: 75)
Kedekatan Ghaffar Khan dengan kelompok belajar
Haji Saheb membuatnya senang dan terpengrauh oleh kebiasaan membaca mereka.
Mula-mula Khan berlangganan terbitan berkala Muslim progresif seperti Zamindar, Al-Hilal. Aktivitas Ghaffar
Khan dan Haji Saheb tidak adem ayem.
Murid yang mendaftar semakin banyak dan tentunya ini menjadi gangguan bagi
ketenangan kekuasaan Inggris. Inggris memiliki “daftar hitam” bagi mereka
semua. Gerakan mereka pada akhirnya menjadi sembunyi-sembunyi.
Haji Saheb memutuskan melakukan serangan terbuka
dengan Inggris. Hal ini berakibat pada pelariannya ke daerah Mohmand dan tak
pernah kembali lagi. Pukulan berat bagi Ghaffar Khan, karena dengan begitu sekolah-sekolah
yang didirikannya di tutup oleh Inggris.
Pada 1913 Khan menghadiri konferensi Muslim
progresif di Agra, dalam rangka mencari bantuan dan tidak berbuah apa-apa.
Selang setahun, di konferensi yang sama, seisi ruangan mengusulkan pada Khan
untuk “bekerja di suku-suku yang berada di perbukitan”. Suku-suku yang secara
mendasar lebih ekstrem dan membutuhkan seperti wilayah Malakand. Atau wilayah
yang tak bertuan karena dikuasai oleh Agen politik Inggris dan hukum-hukumnya
yang merendahkan penduduk lokal. Seperti membungkuk ketika orang Inggris lewat.
Jika tidak, bersedialah untuk dipasung. (Eknath Easwaran: 78)
Gerakan sembunyi-sembunyi bukan tipikal seorang
Ghaffar khan. Keadaan yang berlarut-larut ini membuat batinnya frustasi. Lalu
dia memutuskan berpuasa selama beberapa hari agar mendapat ilham. Mencari
jawaban atas pertanyaan, “apakah sebaiknya bertahan dengan resiko ditangkap?
Apakah sebaliknya kembali ke tempat yang lebih aman di Utmanzai? Apa yang harus
dilakukan?”. Tidak ada jawaban yang pasti. Akan tetapi di satu sisi, Khan merasakan jiwa yang revolusioner,
semangat baru “meledak” dalam dirinya untuk melayani sesamanya dan memperjuangkan
nasib kaumnya.
Di perbatasan Khan melanjutkan perjuangannnya
dengan mendirikan sekolah-sekolahnya kembali. Dia menjadi pemimpin dalam
gerakan. Malangnya musibah datang kembali pada keluarga Khan, wabah influenza
mengakibatkan istrinya meregang nyawa. Pukulan ke sekian bagi Khan dan
Gerakannya.
Meskipun musibah datang silih berganti, Khan tetap
tegar dengan keadaanya dan melanjutkan pengabdian hidup sepenuhnya untuk
memperjuangkan nasib kaumnya, kaum Pathan. Khan mendapat semangat lagi ketika
melihat raut wajah orang-orang sewaktu dia berkeliling di desa-desa untuk
mengajarkan sanitasi, pertanian dan mendirikan sekolah-sekolah. (Eknath
Easwaran: 89)
Perjuangan
Politik Satyagraha dan Antikekerasan
Pada tahun 1914 Gandhi datang selepas perjuangan
tanpa kekerasan sukses di Afrika Selatan. Mahatma Gandhi, sosok yang dulunya
ialah pengacara borjuis mengalami perubahan dalam dirinya, menjadi seorang
teladan bagi kaum tertindas. Dirinya yang berusia 45 tahun ketika datang ke
India, lebih meneladani sifat-sifat yang diajarkan Tuhan dibanding dulu.
Jiwanya damai dengan kenekatan yang dibumbui keberanian. Satu-satunya peristiwa
yang menguggah dirinya ialah pemberontakan Zulu pada tahun 1906, pemberontakan
melawan Inggris di Afrika Selatan. Bisa dibayangkan bagaimana kelak pertemuan
antara Gandhi dan Ghaffar, dua pejuang Antikekerasan berbeda keyakinan ini.
Ghaffar Khan mulai memperluas pemikirannya
dengan berkumpul dengan para pemikir Muslim. Dari sini, perkenalannya dengan
pemikiran Gandhi dimulai. Gagasan Gandhi yang bercorak antikekerasan membuat
Khan terdorong untuk mendalaminya lebih jauh. Perubahan terjadi pada cita-cita
Khan, mulanya sekedar memberi pendidikan dan menyejahterakan, dengan semangat
baru Gandhi, cita-citanya ialah Kemerdekaan untuk bangsanya.
Kepemimpinan Khan memuncak selepas berkeliling
ke desa-desa khan di perbatasan.
Pertemuannya dengan khan dari suku lain
membuatnya menjadi dikenal karena cita-citanya yang besar untuk pembebasan umat
dari eksploitasi Inggris. Kejadian yang berlangsung antara tahun 1915 dan 1918
ialah titik balik bagi Khan, seluruh khan
“mendakunya” sebagai pemimpin dengan memberikan gelar Badshah Khan padanya atau “raja para khan”. Tanggung jawab yang berat dipikul oleh seorang yang selalu
berpakaian lusuh itu.
Gagasan antikekerasan Gandhi bukan “sikap
perlawanan yang pasif” melainkan aktif. “Sikap anti kekerasan dalam keadaanya
yang dinamis berarti menderita dengan sadar. Artinya, bukan hanya semata-mata
menyerah pada suatu kejahatan, melainkan mengadu jiwa seseorang melawan
kehendak sang tiran.”, kata Gandhi dalam Kongres Nasional India. Satyagraha
sendiri ialah pengganti dari indentitas gerakan Ghandi yang semula di identikan
dengan sejenis “perlawanan pasif”, sehingga perubahan besar makna gagasan
Ghandi lebih ‘mematikan’. Sebabnya satyagraha itu sendiri jika disimpulkan
ialah “kekuatan yang lahir dari kebenaran dan cinta atau sikap antikekerasan”.
Penggabungan dari dua kata satya (kebenaran)
dengan agraha ( keteguhan).
Pada masa ini, derita perang dunia masih kental
dalam benak rakyat India. Setelah pengorbanan besar dalam bentuk darah yang
diberikan di perang dunia, Inggris memberlakukan hukum Akta Rowlat pada bulan Maret tahun 1919. Semacam hukum pembatasan
ruang kebebasan untuk masyarakat.
Pasca tiga tahun di India, Gandhi menjadi
pemimpin partai Kongres Nasional India dan bersiap untuk melakukan revolusi
melawan kekuasaan Inggris. Lalu, dengan cara apa? Aksi politik Gandhi adalah
mogok besar-besaran yang diikuti hampir seluruh rakyat India. Gandhi menyerukan
mogok dengan berpuasa dan berdoa selama sehari penuh atau Gandhi menyebutnya Qiss. Dengan semangat yang sama, di
perbatasan ribuan kaum pathan dari berbagai suku berkumpul mendengar suatu orasi
perlawanan atas tirani dari Badshah Khan. Pada waktu itu segala aktivitas di
India dan perbatasan berhenti total. Itu juga berarti kemungkaran Inggris atas
gerakan Khan dan Gandhi. Wujud kemungkaran Inggris ialah diberlakukannya
Darurat Militer di seluruh wilayah kemaharajaan Inggris di India.
Penutup
Jamak ditemui pada setiap perjuangan
revolusioner melawan tirani, kolonialisme, imperialisme dst, akan memakan
korban darah dan kebebasan. Abdul Ghaffar Khan atau Badshah Khan dan Mahatma
Gandhi serta seluruh murid-murid mereka, tidak mungkin tidak mengetahui apa
yang akan dihadapainya kelak jika tetap setia pada jalan hidup yang mereka
pilih.
Prinsip antikekerasan yang mereka pegang
kuat-kuat sebagai jalan hidup dari perjuangan memiliki keunikan tersendiri. Badhshah
Khan yang berkeyakinan Muslim dan Mahatma Gandhi yang berkeyakinan Hindu
sama-sama mempercayai antikekerasan dalam segala wujud adalah senjata utama
yang telah diajarkan Tuhan melaui agama-agamaNya untuk melawan penindasan,
walaupun penjara dan kematian menjadi ganjarannya. Lantas, Siapkah Anda semua
melawan tirani tanpa pandang bulu di jaman sekarang?
Oleh :
Darius Tri Sutrisno
Tidak ada komentar:
Posting Komentar