Kala itu di sebuah dok kampung. Di
mulut muara ke laut. Di pesisir pantai barat Papua. Tempat yang asing bagiku
pada mulanya. Yang tak pernah bisa kubayangkan sebelumnya. Tapi, entah kenapa,
seolah rajin hadir dalam impian. Berada di tempat ini menjadi semacam God’s
gift yang tak henti kusyukuri.
Dok lagi ramai. Banyak anak.
Keluarga mengantar dan menemani mereka. Sebagian anak bermain dan berlari ke
sana ke mari. Yang lain duduk-duduk sendiri. Seperti melamun. Ada pula yang
lagi ngobrol dengan orang tuanya. Tas-tas besar dan kardus berbagai ukuran
bertumpukan dan bergeletakan di sana sini.
Mereka lagi nunggu longboat. Sebuah
perahu kayu agak panjang dengan motor tempel 15 PK atau 40 PK. Perjalanan
panjang sedang menanti. Kurang lebih tiga sampai empat jam, cerita mereka. Kota
kabupaten adalah tujuannya.
“Di sini tidak ada sekolah lebih
tinggi, Pater. Lulus SMP ya harus ke kota kabupaten,” cerita seorang ibu.
“Yang kelas 3 ada ujian. Makanya dorang
(mereka) bisa libur, pulang ke kampung,” timpal ibu yang lain sambil merangkul
anaknya yang sejak tadi melekat erat.
Masih banyak lagi yang menimpali.
Ikutan cerita. Ngomentari cerita yang lain. Ramai jadinya. Tapi, ketemu sudah
alasan mengapa mereka ada di sini. Liburan sudah usai. Sudah waktunya kembali
ke bangku sekolah.
Lelah berdiri, aku cari tempat untuk
duduk. Di pondok reyot nyaris ambruk di pinggir dok. Kotor. Berbagai bentuk
sampah berserakan. Senada dengan reyotnya. Tapi, ada bangku panjang di situ.
Kelihatannya masih cukup kuat. Bapak tua yang menemaniku langsung aja
memposisikan pantat di situ. Rupanya beliau udah duluan capek nungguin aku
ngobrol tadi.
Kupandangi anak-anak di dok itu.
Kubayangkan bagaimana mereka di kota kabupaten. Melanjutkan sekolah bukan hal
gampang bagi anak-anak ini. Bukan cuman urusan ada duwit atau tidak.
Pergi jauh. Merantau sejak usia dini. Terpisah dari keluarga. Hidup sendiri
jika asrama tidak cukup atau tidak ada rumah sanak. Belajar tanpa ada yang
menemani. Dst.
Jelas, persoalannya lalu bukan hanya
nilai raport yang harus memuaskan atau pulang membawa ijasah.
Di jaman modern ini, setelah sekian
puluh tahun merdeka, kisah sekolah jaman ayahku masih terjadi di depan mata.
Betapa merdeka negeri ini….
Rm.
Rudy Hermawan CM
Dimuat dalam buletin Fides et Actio edisi No. 24 Juni 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar