Teras rumah yang dulu kami jadikan
sekretariat cukup penuh dengan anak. Malam ini kami mengadakan reuni anak-anak
yang dulu tinggal di rumah singgah. Acara ini dibuat sangat mendadak setelah
malam sebelumnya kami berkumpul di warung kopi lalu memutuskan untuk mengundang
teman-teman lain yang masih dapat dihubungi. Akhirnya malam ini ada beberapa
teman lama yang berkumpul. Tawa kami seolah tidak pernah berhenti. Kisah lama
yang lucu, memedihkan, konyol dan sebagainya dibuka kembali dan membuat kami
tertawa.
Melihat semua teman yang hadir aku
menjadi bangga dan terharu. Pada tahun 1999 mereka masih kecil-kecil. Kumuh.
Liar dan tidak mempunyai masa depan. Mereka adalah anak jalanan yang
menghabiskan waktu hidupnya selama 24 jam di jalanan. Hidup dari mengamen di
perempatan jalan, jualan koran atau melakukan hal-hal lain untuk mempertahankan
hidup yang keras. Kini mereka sudah hidup seperti manusia pada umumnya.
Memiliki keluarga dan bekerja seperti manusia pada umumnya. Semua sudah
mempunyai kendaraan pribadi. Tempat tinggal sendiri meski masih kontrak atau
bersama orang tua. Tetapi jauh lebih bagus daripada tidur di emper toko atau di
tepi jalan. Mereka pun sudah tidak hoyen lagi atau mencari makanan dari sampah restoran
siap saji. Mereka bangga pada pekerjaan dan keluarganya.
Pada saat aku memulai melakukan
pertemanan dengan anak jalanan dan mendirikan rumah singgah banyak orang
meragukan tindakanku. Mereka yakin bahwa usahaku untuk mengubah anak jalanan
adalah sebuah usaha yang sia-sia. Suatu usaha yang hanya membuang uang dan
tenaga saja. Tetapi aku ingin mematahkan stigmata tentang anak jalanan. Bagiku
mereka juga adalah manusia yang perlu dan butuh dikasihi dan dihargai
martabatnya sebagai manusia bukan hanya dicaci maki atau dipandang hina.
Dianggap pembuat onar. Stigmata tentang anak jalanan membuatku beberapa kali
harus berhadapan dengan pengurus kampung, para tetangga dan kepolisian yang
menganggap anak jalanan adalah biang kerusuhan. Sampah masyarakat yang harus
disingkirkan dan tidak layak tinggal di sebuah kampung, meski beberapa orang
kampung adalah preman dan pengedar obat. Aku yakin bahwa kasih akan mengubah
seseorang. Beberapa tokoh Gereja pun menganggap tindakanku berteman dengan anak
jalanan adalah tindakan yang salah. Mereka menuduhku telah mengabaikan tugasku
sebagai seorang imam dan lebih memperhatikan anak jalanan. Aku katakan bahwa
Yesus datang ke dunia mencari orang berdosa. Dia pun meninggalkan 99 domba
untuk mencari 1 yang tersesat.
Malam ini seorang teman sharing
bahwa hal yang mereka peroleh dari rumah singgah adalah rasa kekeluargaan.
Semua anak jalanan masih memiliki keluarga tetapi sudah tidak merasakan kasih
dalam keluarga. Selama berteman dengan anak jalanan aku memahami bahwa 99% anak
jalanan adalah anak yang tumbuh dalam keluarga yang tidak memiliki kasih.
Sedangkan banyak orang berpendapat bahwa anak jalanan adalah anak yang lahir
dalam keluarga miskin. Bagiku pendapat ini salah maka aku berusaha mengasihi
mereka. Aku berharap dengan mengasihi mereka maka mereka mempunyai pengalaman
kasih meski sangat kecil sekalipun, sehingga suatu saat mereka pun dapat
mengasihi sesamanya. Ternyata kasih kecil yang pernah aku tanamkan kini
berbuah. Mereka dapat mengasihi istri dan anaknya.
Kasih saja tidak cukup maka aku
berusaha menyekolahkan mereka yang masih dapat bersekolah. Kini bekal
pendidikan yang mereka terima telah mampu mengubah nasib mereka. Memang tidak
semua anak yang pernah tinggal di rumah singgah dapat mengubah hidupnya. Ada
beberapa yang meninggal karena ulah mereka. Ada yang tetap keluar masuk
penjara. Ada yang tetap hidup di jalan dan sebagainya. Seorang anak sambil
tertawa sharing bahwa dulu aku pernah jika aku lebih hebat daripada Yesus,
sebab Yesus memiliki 12 murid dan satu menjadi pengkhianat sedangkan aku
mempunyai 12 murid dan semua adalah pengkhianat. Ternyata para pengkhianat itu
kini sudah berubah menjadi orang yang baik. Mereka dapat mengubah hidup mereka
dan membangu sebuah kehidupan baru seperti masyarakat pada umumnya.
Malam ini aku pulang ke pastoran
dengan penuh suka cita. Kubaca kembali catatan dan tulisan pergulatanku saat
berteman dengan mereka. Kefrustasianku melihat ulah mereka dan kemarahanku
terhadap pandangan orang yang melecehkan mereka. Aku bersyukur bahwa ternyata
apa yang kulakukan dulu bukanlah sebuah kesia-siaan. Aku bangga dan terharu
padamu teman-teman. Aku bangga bahwa kamu sudah mampu mengambil langkah besar
untuk mengubah hidupmu.
Oleh : Rm. Gani
Sukarsono CM
Dimuat dalam buletin Fides et Actio edisi No.32,
Februari 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar