Selamat datang di blog kami! Selamat menikmati aktivitas yang kami tuangkan dalam bentuk tulisan. Bila ada pertanyaan seputar aktivitas kami, silakan kirim ke alamat email kami: sekretkasihbangsa@gmail.com. Kunjungi pula situs kami di https://ykbs.or.id - Terima kasih...

Kamis, 18 Februari 2016

Sampah oh sampah...



SAMPAH... Apa yang pertama kali terlintas di pikiran kita jika mendengar kata sampah? Apakah bau? Kotor? Menjijikkan? Tidak berguna?

Beberapa hari yang lalu aku sedang berjalan menyusuri gang yang ada di depan tempat kosku, dari arah jalan besar hendak menuju kos. Saat aku sedang berjalan tiba-tiba tercium bau busuk yang sangat menyengat. Menusuk tajam hidungku sampai mau muntah rasanya. Aku langsung menahan nafas. Huuufff....

Ternyata tak jauh didepanku kulihat sebuah gerobak sampah yang penuh dengan sampah sedang diparkir di pinggir jalanan gang. Aku percepat langkahku.  Ketika aku hendak masuk kedalam kos, kulihat bak sampah yang ada di depan kos sudah kosong, hanya meninggalkan bau busuk yang juga tak kalah menyengat dari gerobak sampah tadi. Ternyata sampah-sampah yang sudah membusuk itu sudah diangkut oleh bapak sampah yang barusan kulihat gerobaknya diparkir di pinggir jalanan gang tadi. Aku pun cepat-cepat membuka pintu pagar sambil menahan nafas. Sampai mau meledak rasanya dada ini. Nggak tahan banget dengan baunya. Sampah oh sampah...baumu benar-benar bikin mau muntah...


Bagaimana tidak bau busuk, lha wong tempat sampah di dapur kosku saja berisi sampah yang campur aduk, mulai dari sampah kering, sampah basah, pembalut bekas pakai, sisa sayuran, sampai dengan sisa makanan yang sudah membusuk. Ya, kami anak kos selalu membuang segala macam sampah secara asal-asalan ke tempat sampah itu. Belum lagi kalau ada bangkai binatang yang dibuang di bak sampah di depan kos. Sungguh menjijikkan. Kemarin seorang temanku melihat ada bangkai tikus yang dibuang di tempat sampah depan kosku. Entah siapa pelakunya...

Sambil berjalan cepat memasuki kos aku berpikir, kasihan sekali bapak sampah yang setiap hari bertugas memunguti sampah di rumah-rumah warga. Sepanjang hari dia berkutat dengan gerobak yang penuh dengan sampah yang membusuk, yang setia mengikuti dibelakangnya sepanjang perjalanan. Kok betah ya? Padahal baunya sungguh busuk. Mencium sebentar saja aku sudah pengen muntah, apalagi bapak sampah yang berjam-jam bahkan mungkin seharian harus mencium bau itu. Mana tahan???

Bagi kita, sampah adalah barang tidak berguna yang dibuang. Harus disingkirkan jauh-jauh dari hadapan kita karena sangat mengganggu penglihatan dan penciuman kita. Tapi bagi sebagian orang sampah adalah rejeki bagi mereka. Tukang sampah dan pemulung adalah contoh yang paling nyata. Mereka mendapatkan penghasilan dari pekerjaan yang berkutat dengan sampah.

Tidak hanya itu, bahkan bagi sebagian orang sampah adalah kehidupan mereka. Hari ini seorang teman mengirimkan surat elektronik yang berisi foto-foto sesama kita yang kurang beruntung yang hidup dari sampah. Tinggal diatas sampah, beraktifitas diatas sampah, mendapat penghasilan dari sampah, bahkan makan dari sampah. Foto-foto itu diambil di Kamboja, sekedar untuk mewakili, namun banyak pula orang-orang yang berada disekitar kita yang bernasib sama seperti mereka.  

Aku tergelitik untuk membagikan informasi ini sebagai bahan refleksi bagi kita semua. Bahwa kita masih jauh lebih beruntung dari mereka, namun seringkali kita kurang beryukur. Selalu saja merasa kurang. Bahwa kita seringkali kurang menghargai dan menganggap remeh pekerjaan sebagai petugas sampah/kebersihan dan pemulung. Padahal kita sangat membutuhkan mereka. Dengan keberadaan mereka kita tak perlu repot-repot berurusan dengan sampah. Bahwa masih sangat banyak sesama disekitar kita yang hidup jauh dibawah garis kelayakan. Semoga kita dapat berempati terhadap mereka. Sebisa mungkin, marilah kita melakukan sesuatu bagi mereka. Uluran kasih berupa kehadiran, bantuan, atau apapun itu. Sekecil apapun itu pasti sangat berarti bagi mereka.     

Sebenarnya ada hal sangat sederhana yang dapat kita lakukan setiap hari sebagai bentuk empati kita terhadap petugas sampah/kebersihan dan pemulung. Kita dapat meringankan tugas mereka dengan memisahkan sampah basah dengan sampah kering. Dengan demikian sampah yang masih dapat dimanfaatkan/diolah kembali bisa dengan mudahnya dipisahkan oleh mereka. Aku menyadari bahwa selama ini aku masih asal-asalan dalam membuang sampah. Sampah basah aku buang sembarangan kedalam tempat sampah sehingga bercampur dengan sampah lain. Hal ini malah akan membuat sampah berbau lebih busuk lagi. Malas ribet menjadikanku tidak peduli terhadap ketidaknyamanan yang bakal dialami oleh orang-orang yang hidup dari sampah. Belum lagi bakteri / jamur / kuman-kuman yang akan muncul akibat proses pembusukan sampah itu, pasti akan sangat merugikan / membahayakan bagi mereka. Setidaknya dengan melakukan hal kecil itu kita bisa mengurangi sedikit beban / penderitaan mereka (^.^)

Meski hidup dibawah garis kelayakan, mereka senantiasa tersenyum dan mempunyai pengharapan akan melihat matahari di hari esok. Mereka bahagia karena mereka tidak menuntut banyak. Merasa cukup dengan apa yang mereka peroleh dan miliki.

Apakah kita juga bisa tersenyum bahagia dan senantiasa mempunyai pengharapan dalam hidup kita? Apakah kita bisa merasa cukup dan bahagia dengan apa yang kita miliki sekarang? Ataukah kita selalu saja merasa kurang dan tidak puas dengan apa yang kita dapatkan dan kita miliki saat ini? Mari kita bertanya pada diri kita...


Oleh : Lea Benedikta Luciele
Dimuat dalam buletin Fides Et Actio edisi No.68, Februari 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar