Tadi siang ada seorang umat memberi dua ekor ikan laut. Sore ini
kumasak sebab kuatir kalau disimpan sampai besok bisa busuk. Disini jarang
sekali orang jualan ikan. Pada umumnya ikan dibawa dari Nanga Pinoh, ibu kota
kabupaten. Ikan di Pinoh pun berasal dari Pontianak, sehingga ikan sampai sini
entah sudah berapa hari diawetkan dalam freezer. Sungai memang banyak tetapi
akibat kesarakahan manusia dan kurangnya orang mampu menjaga kelestarian sungai
yang mencari ikan dengan cara meracun sungai atau menyetrum, akibatnya sulit
ditemukan ikan. Orang paling cerita dulu ada banyak ikan besar-besar. Padahal kita
tidak makan dulu, tapi makan ikan. Maka saat ini paling ada ikan seluang, ikan
kecil-kecil semacam wader.
Setelah misa aku membantu anak-anak belajar. Saat setelah jam
belajar selesai aku masuk pastoran dan kulihat kepala ikan tergeletak dekat
pintu masuk. Sial ikanku dimakan kucing, kataku dalam hati. Ternyata benar.
Tidak ada lagi sisa ikan. Semua tercecer di lantai dengan bekas dimakan kucing.
Padahal tadi panci udah kututup dan ternyata kucing mampu membuka panci,
sehingga memakan semua ikan. Aku yakin bukan tikus, sebab kalau tikus pasti dia
akan masuk ke dalam panci dan tidak bisa keluar lagi. Selain itu ada jejak
kucing di sekitar kompor dan dapur.
Sebetulnya kucing adalah salah satu hewan yang kubenci. Aku lebih
suka memelihara ikan atau burung. Bagiku kucing adalah pencuri dan serakah. Dia
sudah diberi makan tapi masih suka mencuri barang di atas meja. Tidak hanya
ikan, tapi juga tahu atau makanan lain. Dia serakah sebab makan tidak
dihabiskan tapi sudah mengambil yang lain. Bagiku lebih baik dia makan seekor
ikan dihabiskan sampai bersih kalau masih lapar mengambil lagi. Bukan dimakan
sedikit lalu ditinggal dan mencuri yang lain. Tapi aku juga tidak mau dan tidak
mampu mendidik kucing agar tidak suka mencuri dan serakah.
Menurutku lebih tepat para koruptor itu digambarkan sebagai kucing
bukan tikus. Tapi entah siapa yang mula-mula menggambarkan koruptur sebagai
tikus. Jika tikus dia hanya akan menggerogoti sebab tikus binatang pengerat.
Dia tidak akan makan banyak. Sedangkan kucing memakan banyak dan cenderung
menghabiskan apa yang ada, entah dia sudah kenyang atau belum. Meski sudah
diberi makan kenyang dia pun masih mencuri.
Jarang sekali ada orang yang jijik dengan tikus. Banyak orang
sudah siap pemukul atau menjerit-jerit jika melihat tikus. Sedangkan jarang
orang jijik melihat kucing. Apalagi membawa pemukul. Para koruptor itu wajahnya
tidak sangar atau menjijikkan. Beda dengan anak jalanan yang wajahnya sangar
dan menjijikkan, sehingga orang jijik untuk mendekat atau siap membawa pentung
ketika melihatnya. Maka gambaran tikus sebenarnya cocok buat anak jalanan dan
preman sedangkan kucing sebagai gambaran koruptor.
Dulu aku pernah mengajak anak-anak jalanan masuk ke sebuah mall.
Begitu masuk langsung saptam mall datang dan hendak mengusir kami. Lalu aku
bilang mau beli barang. Kutunjukkan ATM yang ada dalam dompetku dan beberapa
lembar uangku, baru dia pergi sambil menggerutu. Kehadiran kami di mall
dianggap mengganggu pengunjung lain, padahal kami tidak mengganggu mereka. Kami
seperti tikus got yang dipandang dengan muka mengernyit. Tidak ada satupun
pedagang atau penjaga toko yang menawarkan produknya kepada kami. Saat masuk ke
rumah makan pun pegawainya merasa tidak suka, seperti rumah makan kemasukan
tikus got. Tetapi beda bila yang masuk mall adalah koruptor. Mereka pasti akan
diterima dan dihormati oleh satpam dan ditawari aneka produk serta pegawai
rumah makan akan melayaninya dengan penuh keramahan.
Kucing memang pandai merayu. Dia suka menggesek-gesekkan tubuhnya
di kaki orang. Beda dengan tikus yang tidak pandai merayu, kecuali Jerry dalam
film Tom and Jerry. Oleh karena dalam benak orang kucing dianggap hewan yang
baik maka dia bebas berkeliaran di rumah bahkan dimanjakan, meski masih suka
mencuri. Jika ada kucing mencuri maka dimaafkan tetapi kalau ada tikus mencuri
maka langsung orang mencari racun tikus atau jebakan tikus lain untuk dibunuh.
Kalau koruptor tertangkap maka dia masih diperlakukan bagus, sehingga meski
sudah memakai jaket kuning KPK pun masih ada saja orang yang membela dan
koruptor pun tidak takut dibunuh bahkan bisa tertawa bebas dan mengacungkan
jari berbentuk V atau kemenangan. Beda dengan tikus. Kalau ada anak jalanan
ketangkap mencuri sandal saja langsung digebuki. Mereka diolok dan tidak ada
yang membela. Mereka malu menatap kamera. Tidak ada senyum atau lambaian
tangan, sebab tangan sudah diborgol dan bibirnya jontor. Orang benci anak
jalanan dan ingin memukulnya tetapi orang tidak benci koruptor. Belum pernah
aku melihat tayangan koruptor yang wajahnya bonyok akibat dipukuli masyarakat,
meski perbedaan kerugian akibat perbuatan anak jalanan dan koruptor seperti
bumi dan langit.
Kucing sudah diberi makan masih mencuri. Tetapi siapa yang mau
memberi makan tikus? Dia mencuri karena lapar. Sama dengan anak jalanan, mereka
mencuri karena lapar, sedangkan koruptor mencuri karena serakah. Mereka sudah
makan kenyang dari gaji yang dia terima masih saja mencuri. Maka mereka bukan
tikus tapi kucing.
Akhirnya malam ini aku makan hanya nasi dan kecap saja. Dasar koruptor
eh kucing.
Oleh : Rm. Gani Sukarsono CM
Dimuat dalam buletin Fides et
Actio edisi no.72, Juni 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar