Bagi miliaran manusia di seluruh dunia memiliki
berbagai aplikasi komunikasi berbasis internet ialah sesuatu yang wajib.
Mungkin sebagai sarana kerja, bisnis, memadu kasih, melepas rindu atau sekedar
menggunakannya untuk keperluan normal dalam berelasi. Asumsi beberapa orang
mungkin mengatakan: Selain sudah popular menjadi tren wajib, aplikasi
komunikasi berbasis internet ialah sebuah keharusan karena sudah menjadi bagian
dari kebutuhan hidup dasar manusia disamping kebutuhan pokok lain seperti
sepatu, pakaian, minyak wangi, sepeda motor. Bahkan dengan berjalannya waktu,
alat itu telah menyerupai kebutuhan yang lebih fundamental seperti makan, minum
susu, tidur lelap, lari di malam hari, melakukan yoga, berdoa dan sebagainya.
Suatu hal yang mungkin wajar sebagai wujud dari perkembangan alat komunikasi
manusia semenjak kiprah telegraf dan telephone.
Ketika pertama kali memiliki sebuah handphone
android akan tersedia di dalamnya pelbagai macam aplikasi, antara lain aplikasi
komunikasi berbasis internet seperti BBM, Whatsap, Line dan masih banyak lagi.
Pada dasarnya kita menggunakannya untuk keperluan sehari-hari dalam
berkomunikasi dengan kerabat, rekan bisnis, ‘gebetan’ dan sebagainya. Sebuah
alat yang memungkinkan kita agar tetap berhubungan baik dengan orang lain. Ketiga
aplikasi tersebut paling sering digunakan oleh kawula muda dan kawula tua jaman
sekarang. Selain kegunaannya untuk berkomunikasi dan berelasi, juga berguna
sebagai wujud eksistensi diri (mental) di kehidupan sosial bermasyarakat. Fakta
ini bisa kita lihat pada kolom-kolom status yang terdapat pada aplikasi-aplikasi
tertentu. Umumnya tema-temanya memberitakan tentang, sedang apakah kita? Apakah
yang kita rasakan? Kenapa kita merasakannya? Seberapa sakitkah perasaan galau
kita? Sedang dimanakah kita? Makan apakah kita? Bahkan yang terparah,
bagaimanakah kita berdoa dan menjadi pendoa? Inilah salah satu sebab mengapa
saya harus memilih salah satu dari ketiga aplikasi tersebut.
Sewaktu dulu, ketika pertama kali memiliki
sebuah handphone canggih dengan salah satu aplikasinya yang sempat mendominasi
fitur aplikasi komunikasi kala itu, saya pun ikut terjerembab di dalam semacam
kubangan irasionalitas. Perkiraan kurang lebih setahun lamanya saya pernah memanfaatkan
ketiga aplikasi “wajib” tersebut secara bersamaan dengan kesadaran yang kurang
seperti pengguna pada umumnya.
Seiring berjalannya waktu, pada akhirnya saya
memutuskan untuk memilih salah satu aplikasi yang menurut saya paling relevan
untuk aktivitas sehari-hari. Kesadaran yang menjadi sebabnya ialah sangat
sederhana. Pertama ialah pemborosan sumber daya. Pemborosan battery, kuota, uang dan pastinya
pikiran. Sejatinya saya dapat menggunakan hanya sebuah aplikasi yang secara
mendasar mempunyai kegunaan serta fitur yang 99,99% identik seperti chatting, video call ceria, telepon dan
update status kabar suram. Jadi mengapa saya harus memiliki ketiganya sekaligus
padahal manfaat dan tujuan aplikasi itu sama? Mengapa harus menyia-nyiakan
banyak sumber daya untuk memenuhi hasrat menyampaikan sesuatu? Sebab ingin
menghemat sumber daya, maka itu saya hanya memilih satu aplikasi.
Kedua adalah mengurangi kecendrungan
irasionalitas. Awalnya saya berharap dapat sepenuhnya bebas dari irasionalitas
dengan memilih salah satu dari aplikasi tersebut tetapi nyatanya tidak
sepenuhnya. Dalam aplikasi terakhir yang terpilih, saya pernah menemukan banyak
penampakan dari wujud-wujud eksistensi mental yang buruk dalam kolom status.
Seingat saya seperti demikian, “Tuhan berilah hambaMu ini kesabaran dalam
menghadapi kenyataan”. “Ya Tuhan, aku kangen banget sama dia!”. “otw (on the way) restoran jepang”. “Aku lapar.”
Kurang lebih seperti demikian.
Saya beruntung tidak mengingat semuanya karena
jujur itu indikasi dari degradasi mental yang tidak menyehatkan akal sehat. Pertanyaan
yang ingin sekali saya ajukan sejak dulu adalah apa tujuan rasionalitasnya
menulis doa dan berdoa dalam kolom status? Apa tidak ada cara lain yang lebih
bisa diterima akal sehat? Apa relevansinya untuk diri Anda mengabarkan apa yang
Anda makan dan minum? Apa faedahnya dalam berelasi dengan mengabarkan dilema
nasib Anda terus-menerus?
Saya sendiri belum menemukan jawaban yang pas
untuk pembodohan semacam ini. Jawaban praktis tentang hal ini mungkin akan
terjawab bilamana seseorang mulai menyadari kondisi dirinya sendiri secara
sadar, membuat pertanyaan untuk diri sendiri, lalu mengkritisi jawabannya
sendiri berulang-ulang kali agar tidak cenderung pada irasionalitas yang selalu
diperlihatkan pada kolom-kolom status dan khususnya pada orang lain di kemudian
hari.
Memiliki lebih dari satu sebuah aplikasi
komunikasi sah-sah saja selama itu pada dasarnya memang menentukan untuk
kebutuhan kita. ‘Nikmatnya’ kebebasan yang terberi untuk bisa memiliki semuanya
perlu dipertimbangkan fungsionalitasnya agar tidak perlu membuang-buang sumber
daya secara sia-sia di kemudian hari. Mawas diri juga perlu sebagai landasan
eksistensi mental sebelum mengiyakan apa yang akan kita sampaikan agar
terbedakan mana yang akan benar-benar berfaedah dan mana kebodohan yang dapat “berfaedah”
dalam berelasi-berkomunikasi ‘di dunia’ aplikasi komunikasi berbasis internet.
Akhir akhir ini untuk menjernihkan kepala dan menjauhkannya dari sumbatan dilema nasib-nasib di kolom-kolom status, selain tidur lelap, saya mencari dan memilah aplikasi yang benar-benar membebaskan saya dari wujud eksistensi mental yang buruk. Walaupun tidak akan mungkin sepenuhnya terlepas saya akan tetap dengan rela melakukannya. Sebab, menurut saya terus-menerus terjerembab dalam kubangan irasionalitas bukanlah hal yang rasional untuk gerakan sosial di pelbagai sendinya. (Darius Tri)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar