Sebuah perkampungan kumuh yang padat penduduk di daerah Cilincing, Jakarta Utara ini banyak dijumpai anak-anak yang tidak sekolah karena faktor ekonomi. Mereka adalah anak-anak buruh, pemulung, nelayan dan pedagang kecil.
Oleh karena itu, Yayasan Atmabrata mendirikan sekolah agar mereka juga bisa belajar. Ada tiga sekolah TK yang dirintis. Sekolah pertama ada di Kampung Sawah. Sekolah ini dinamakan Sekolah Empang. Jumlah siswanya ada 122. Terdiri dari 67 laki-laki dan 55 perempuan. Sekolah ini ada sejak 10 tahun yang lalu. Walaupun terletak di ibukota, hampir semua gedung sekolah ini terbuat dari bambu.
Sekolah kedua ada di Bulak Cabe. Sekolah ini disebut Taman Bacaan. Sekolah ini bermula dari taman bacaan yang disediakan untuk warga sekitar. Agar tidak sekedar menyediakan buku bagi anak-anak, warga minta dibuatkan sekolah. Karena anak-anak usia TK banyak, maka sekolah TK pun berdiri di kampung Ini.
Sekolah yang dibagun sejak 15 tahun lalu hanya ada 2 ruangan sehingga siswanya terpaksa bergantian. Mereka dibagi menjadi tiga gelombang. Gelombang pertama belajar mulai dari pukul 07.30 sampai 09.00. Gelombang kedua pukul 09.00 hingga 10.30. Dan gelombang terakhir pukul 10.30 sampai 12.00. Gurunya pun ibu-ibu sekitar dan pensiunan guru. Jumlah siswanya lebih dari 200 anak.
Sekolah Kelapa Dua merupakan sekolah ketiga. Sekolah ini satu lokasi dengan kantor Atmabrata di Jl. Cilincing Kelapa no. 42, Cilincing Jakarta Utara. Sekolahnya pun sama dengan sekolah yang lain yang hanya ada dua ruangan dan bergantian masuknya. Sekolah yang berada di pingir jalan raya ini mempunyai murid sebanyak 171, terdiri dari 94 laki-laki dan 77 perempuan. Sekolah Kelapa Dua dibangun 5 tahun silam.
Jumlah murid total keseluruhan 495 anak yang di bina Atmabrata. Anak-anak diajarkan membaca, menulis, berhitung dan bahasa inggris. Seperti pada umumnya sekolah TK, orang tuanya pun juga ikut sekolah dengan menunggunya di luar gedung. Ketiga sekolah inipun tidak mahal, hanya membayar SPP 7 ribu setiap bulan dan membeli 2 seragam seharga 50 ribu rupiah.
Walapun ruang kelas dan fasilitas yang terbatas, setidaknya anak-anak yang lulus dari sekolah ini kelak menjadi anak yang suka menolong sesama, khususnya mereka yang miskin dan terpingirkan.
Oleh : Mahrawi
Dimuat dalam buletin Fides Et Actio edisi no.107, Mei 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar