Alam
mempunyai bahasa tersendiri untuk mengungkapkan suatu misteri. Misteri itu
dapat dimengeri dan dipahami, tatkala hati membuka diri untuk melihat bahasa
alam. Mungkin inilah yang harus dipelajari dari saat ke saat. Hari itu, saya
dengan pastoral team hendak berangkat
ke beberapa kampung untuk mengirim bantuan makanan bagi para korban bencana
banjir. Beberapa anak muda membantu kami untuk mengangkat bahan makanan
dari rumah menuju tepi pantai. Namun, tanpa kami ketahui ban gerobak bocor.
Gerobak dorong ini dipakai untuk menarik speed boat dari rumah kami
menuju tepi pantai. Segera saya mencari tempat service ban, namun tempat
service ban di Pulau Daru, Province Barat, Papua New Guinea bukanlah hal
yang gampang ditemukan. Setelah mencari beberapa tempat, mereka mengatakan
kepadaku bahwa tidak ada tempat service ban disini. Saya kembali ke
rumah dan duduk sejenak di pintu rumah, sambil berpikir apa yang dapat saya
lakukan? Jimmy, salah satu pastoral agen mendekatiku dan berkata bahwa
kami dapat menyewa gerobak dorong orang lain untuk menarik speed boat
ke tepi pantai, meskipun dengan biaya yang sangat mahal. Saya tidak keberatan,
karena berpikir bahwa kampung-kampung dimana terjadi banjir sedang menderita
dan membutuhkan makanan. Jadi bagi saya tidak ada kompromi dengan urusan ini.
Tampilkan postingan dengan label Papua New Guinea. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Papua New Guinea. Tampilkan semua postingan
Jumat, 09 Oktober 2015
Kamis, 25 Juni 2015
"Menunggu di sudut jalan"
Hari masih pagi. Tampak
beberapa pedagang kecil membawa kursi dan meja bergegas menuju pasar sirih
pinang di pinggir jalan. Dari jauh serombongan massa bergerak menuju jalan,
berteriak memecah kesunyian pagi yang indah. Mereka bergerak begitu cepat, lalu
menghilang di pertigaan jalan. Hanya suara teriakan saja yang terdengar.
Beberapa saat kemudian, massa semakin banyak meluap ke jalan. Saya
bergegas mengambil kamera dan tas kecil saya menuju jalan. Massa bergerak di
jalan, tampak di baris paling depan adalah beberapa wajah yang saya
kenal, mereka terus berteriak dan berkata “tidak ada makanan di pulau
ini, bagaimana kami bisa hidup”. Saya memilih pergi ke pinggir jalan berdiri
bersama dengan Emanual, salah satu umat yang menjual makananya di pingir jalan.
Perlahan-lahan mereka bergerak ke arah kami. Tatkala itu seorang
pejabat keluar dari Hotel berpakain rapih, mencoba menghentikan mereka. Namun
mereka bergerak menuju dia dan berteriak agar pemerintah secepatnya
mendatangkan bahan makanan. Salah satu diantara mereka berkata bahwa “mengapa
pemerintah hanya duduk diam saja, lakukan sesuatu untuk kami. Jangan hanya menginap
di hotel saja sedangkan kami masyarakat miskin tetap menderita. Lihatlah
anak-anak kami, sudah tidak dapat ke sekolah lagi.
Selasa, 07 Januari 2014
Dibius Selama 30 Tahun
Selama 30 tahun satu propinsi dibuat “fly”
dan dibius oleh tambang emas OK Tedi
Mining Limited. Selama itu baik masyarakat maupun Gereja mendapat fasilitas
listrik gratis, tis, tis tanpa biaya sedikitpun. Lalu disusul pula dengan aneka
sarana penunjang modernitas khas Eropa yang membuat masyarakat makin fly luar biasa. Lompatan teknologi
membuat manja dan mematikan kreativitas juga. Padahal mereka tidak terlibat
sama sekali di pertambangan yang sudah menguras ribuan ton emas dari bagian
timur bumi cendrawasih ini.
Langganan:
Postingan (Atom)