Siang itu aku diajak beberapa teman untuk datang ke rumah
seseorang yang istrinya baru 4 hari lalu melahirkan anak perempuan. Setelah
mengobrol kesana kemari dan makan rujak, gado-gado dan beragam kue, akhirnya
sekitar pukul 2 siang kami mohon diri. Sebelum pulang tuan rumah memintaku
untuk mendoakan anaknya yang baru lahir. Aku tertegun sejenak. Seriuskah orang
ini memintaku untuk berdoa bagi putrinya yang baru lahir? Dengan suara yang
tenang dan pelan dia mengatakan bahwa semakin banyak orang mendoakan maka akan
semakin baik. Akan semakin banyak berkatnya. Aku pun lalu masuk ke kamar bayi
dan mendoakan secara Katolik.
Jika melihat status dan gelarnya, maka pemilik rumah adalah
seorang tokoh masyarakat dan pemuka agama Islam yang bukan sekedar mampu menghafal
Alif, ba, ta, tsa, jim sampai akhir. Atau sekedar mampu menghafal doa-doa wajib
untuk shalat. Atau membaca Al Quran saja. Dia pasti hafal semua isi Al Quran,
membaca banyak kitab-kitab tafsir dan kitab pendukung iman lainnya.Jadi dia
termasuk intelektual. Bukan sekedar orang ecek-ecek yang tahu satu dua ayat
lalu berani memberi tauziah sehingga pembicaraannya pun aneh dan menggelikan
seperti sudah dipertontonkan beberapa kali oleh beberapa orang.
Mengapa dia memintaku untuk mendoakan anaknya dan berpendapat
bahwa semakin banyak yang mendoakan semakin bagus? Inilah bedanya jika orang
yang sudah yakin akan imannya dan orang yang tidak yakin akan imannya. Jika
orang yang yakin kebenaran imannya maka dia tidak goyah meski ada orang berbeda
agama yang berdoa baginya. Dia tidak akan goyah meski ada orang mengejek
imannya. Dia tidak goyah jika ada orang beragama lain yang menderikan tempat
ibadah atau mendirikan patung-patung dan tetek bengek mengenai iman agama lain.
Dia tidak akan goyah meski menerima bingkisan atau ucapan selamat dari umat
agama lain. Dia tidak akan goyah meski masuk ke tempat daerah orang yang
beragama lain. Dia yakin akan kebenaran imannya dan membawa keyakinannya itu
sampai mati.
Jika orang masih belum yakin akan kebenaran imannya maka dia
banyak sekali kuatir akan imannya. Dia kuatir ada orang yang berusaha
menggoyahkan imannya melalui berbagai perbuatan atau pendirian tempat ibadah
atau aneka asesoris iman agama lain. Dia kuatir bahwa semua itu akan
menghancurkan imannya atau mempengaruhinya sehingga dia pindah ke agama lain.
Hal ini bukan kesalahan agama lain melainkan kesalahan diri sendiri yang tidak
yakin akan imannya.
Maka beberapa kali terjadi keributan di tengah bangsa kita yang
katanya dilakukan oleh orang beriman. Keributan bukan hanya soal mereka
menganggap ada orang menyerang ajaran agamanya tetapi juga perbuatan yang
dianggap dapat menggoyahkan iman bahkan perbuatan yang tidak masuk akal sekali
pun, misalnya kasus patung di rumah ibadah di Tuban. Menurutku sebetulnya orang
suka membuat gaduh adalah orang yang masih belum yakin akan kebenaran imannya
sendiri.
Andai semua pemeluk agama yakin akan kebenaran agamanya maka
saling mendoakan bukanlah hal yang aneh lagi. Siapa saja dapat meminta doa atau
didoakan oleh orang yang beragama lain, sebab dia yakin semakin banyaknya doa
maka semakin banyak berkat. Dia yakin bahwa doa-doa itu tidak akan membuatnya
meninggalkan imannya sebab dia yakin seyakin yakinnya bahwa agamanya yang
paling benar dan baik.
Oleh : Rm. Yohanes Gani CM
Dimuat
dalam buletin Fides Et Actio edisi no.88, Oktober 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar